Creative Malang

The 15th FEB UI Cup “ Age of Glory”
10 March 2017
Ribut Transportasi Online
10 March 2017

Malang merupakan wilayah yang memiliki banyak potensi yang belum optimal tergarap, salah satunya adalah kreativitas anak mudanya. Mengapa anak muda? Karena anak muda adalah potensi produsen sebuah kreatifitas yang mampu menghasilkan sebuah nilai tambah dan kemanfaatan bagi ekonomi di Malang raya. Oleh karena itu kreatifitas menjadi salah satu kunci penting bagaimana seharusnya pembangunan ekonomi di wilayah ini tergarap dengan maksimal. Dengan kreatifitas, masyarakat Malang akan semakin arif dalam menghadapi sebuah gejolak sosial dan ekonomi.

Secara sederhana, ekonomi kreatif dapat didefinisikan sebagai sebuah “interface” atau kolaborasi antara kreatifitas, budaya, ilmu ekonomi dan teknologi untuk menciptakan sebuah karya intelektual yang berpotensi menciptakan sebuah pendapatan bagi daerah, menciptakan lapangan pekerjaan serta mampu mendorong pembangunan yang lebih baik.

Mengapa ekonomi kreatif ini menjadi sangat penting? Karena pembangunan saat ini dihadapkan pada kemampuan pemerintah dalam mengatur sumber daya yang dimiliki oleh daerah untuk menciptakan sebuah nilai tambah. Oleh karena itu, paradigm pemerintah saat ini tidak boleh hanya tergantung pada bagaimana mengelola APBD (anggaran pendapatan belanja daerah), tentu saja itu juga penting, tapi harus bekerja di luar dari paradigma tersebut membangun sebuah kreativitas masyarakat yang mampu memberikan nilai tambah bagi ekonomi.

Beberapa minggu yang lalu, saya di undang oleh Komite Ekonomi Industri Nasional (KEIN) di Surabaya dan Malang untuk berdiskusi dengan pelaku ekonomi kreatif dan pekerja animasi lokal. Tujuan dari diskusi tersebut adalah untuk memformulasikan sebuah policy memo atau masukan kepada Presiden Jokowi atas kebijakan yang bisa dilakukan. Tentu ada banyak pekerjaan rumah (PR) yang harus dilakukan untuk mengembangkan ekonomi kreatif sebagai salah satu sumber pendapatan negara dan mengoptimalkannya dalam pembangunan, seperti negara-negara yang sukses dalam ekonomi kreatif seperti: New York, London dan Paris. Kunci suksesnya ada di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi yang fokus menghubungkan antara pendidikan dengan industri pengguna (user).

Sebuah kesimpulan yang hampir sama dengan apa yang didapat dari hasil industri dengan pelaku ekonomi kreatif dan animasi lokal, dimana peran produsen lulusan (SMK dan Perguruan tinggi) harus benar-benar catch-up dan memahami kebutuhan industri dan bagaimana menghasilkan lulusan yang berdaya saing. Oleh karena itu, antara dunia pendidikan dan user harus benar-benar terkoneksi dengan baik. Mulai dari bagaimana merencanakan lulusan yang berdaya saing, serta mampu melakukan riset yang aplikatif (applied) yang dibutuhkan oleh user. Hal ini juga yang mampu menjelaskan kenapa Swiss adalah negara dengan daya saing paling tinggi, dikarenakan perguruan tinggi dan dunia pendidikan benar-benar berfungsi dalam inovasi dalam industry-industri yang berkembang.

Selanjutnya, hasil penelitian inilah yang dapat dikembangkan menjadi sebuah “intellectual property” yang dapat dikembangkan menjadi sebuah nilai tambah dalam pembangunan dan ekonomi.

Kembali ke diskusi saya dengan pelaku animasi dan pekerja ekonomi kreatif, dapat disimpulkan bahwa pemerintah lokal (pemerintah daerah) masih belum giat melakukan kolaborasi dengan pelaku-pelaku industri kreatif. Dalam hal ini, seharusnya tugas pemerintah punya dua aspek penting:

Pertama, menciptakan permintaan yang terus menerus terhadap industri kreatif untuk berkembang dan melakukan inovasi. Melalui aktivitas, ataupun festival yang dapat menarik minat khalayak banyak untuk concern dan aware terhadap hasil-hasil karya industry kreatif.

Kedua, pemerintah lokal seharusnya mampu memfasilitasi industri kreatif lokal untuk bertemu dengan user-user yang ada di kota lain maupun di negara lain dengan melakukan promosi hasil-hasil kerja ekonomi kreatif. Hal ini tentunya akan mendorong permintaan yang lebih besar dari luar daerah serta melakukan kolaborasi dengan industry-industri terkait, semisal UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) dibidang kriya, fashion, makanan dan lain sebagainya.

Artinya, perlu ada pengembangan lebih inklusif atas sebuah strategi kebijakan untuk mengembangkan ekonomi kreatif untuk berdampak dan bernilai tambah bagi sektor-sektor lainnya diluar sektor ekonomi kreatif.

Terakhir, mari kita kembangkan pembangunan ini agar lebih kreatif dengan mengkolaborasikan 4 elemen penting yang disampaikan diatas yaitu: teknologi, kreatifitas, ilmu ekonomi dan kebudayaan. Saya yakin, Malang raya punya seluruh potensi 4 elemen tersebut. Tinggal dibungkus dengan sebuah kolaborasi yang terus menerus, agar mampu eksis dan berdampak bagi pembangunan Malang.

By : Dias Satria, Dosen FEB UB