Kuliah Umum dan Konsultasi Publik “Mengkritisi UU 23/2011 Tentang Pengelolaan Zakat”

Wanita FEB UB , Tampil Cantik dan Muslimah Dimana Saja
13 April 2012
FEB UB Perluas Kerjasama Internasional dengan Burapha University, Thailand
18 April 2012

Kamis (12/4), bertempat di Aula Lantai 7 Gedung F Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (FEB UB), Pusat Kajian Ekonomi dan Bisnis Islam (PKEBI) FEB UB bekerjasama dengan Forum Sinergi OPZ (Organisasi Pengelola Zakat) Malang Raya mengadakan Kuliah Umum dan Konsultasi Publik dengan tema “Mengkritisi UU 23/2011 Tentang Pengelolaan Zakat”. Hadir sebagai pembicara yaitu Prof. Dr. Mukhtie Fadjar (Guru Besar FH UB, Mantan MkK), Eri Sudewo (Pendiri Dompet Dhuafa), dan Yusuf Wibisono (Akademisi Ekonomi Islam Universitas Indonesia). Acara ini diikuti oleh Forum Sinergisitas Zakat Se- Malang Raya dan para mahasiswa baik S1 S2 dan S3 FEB UB.

“Kegiatan ini merupakan salah satu bentuk kepedulian dunia pendidikan dalam mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan termasuk perkembangan Ekonomi Islam yang semakin pesat khususnya masalah yang berkaitan dengan zakat”, jelas Dekan FEB UB Gugus Irianto, SE.,MSA.,PhD.,Ak, dalam sambutannya.

Di awal paparannya, Prof. Dr. Mukhtie Fadjar memberikan gambaran gamblang mengenai latar belakang dan perkembangan undang-undang di Indonesia. Menurutnya, akhir-akhir ini terdapat  kecenderungan baru di Indonesia, yaitu suatu undang-undang yang baru saja diundangkan dan belum berlaku efektif, bahkan terkadang belum diundangkan sudah akan dimohonkan pengujian konstitusinalitasnya ke Mahkamah Konstitusi (MK). Beliau berpendapat bahwa kecenderungan ini disatu pihak menggembirakan sebab mencerminkan meningkatnya kesadaran konstitusional warga Negara. Namun, di lain pihak fenomena ini merupakan ironi gambaran buruknya proses legislasi DPR dan Pemerintah yang kurang cermat atau bahkan asal-asalan dalam membuat undang-undang yang akan menimbulkan implikasi luas di masyarakat.

UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat pun tak luput dari tren tersebut. Beberapa hal  yang terdapat dalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat dianggap perlu dicermati lagi  karena dianggap UU tersebut akan menggusur berbagai lembaga dan/atau kegiatan amil zakat tradisonal/konvensional oleh takmir-takmir masjid, majelis taklim, sekolah, dll. Selain itu, UU ini akan berimbas pada semakin sempitnya makna zakat dari sekadar diolah/diatur oleh pranata keagamaan,  hingga pada urusan zakat yang menjadi monopoli urusan Kementerian Agama. Zakat terkait dengan masalah keuangan dan perekonomian Negara yang semestinya bersinergi dan terintegrasi dengan pajak yang setidak-tidaknya menjadi rohnya pajak.

“Negara bisa dikatakan sebagai Negara ketika memiliki tiga hal berikut; Wilayah, Rakyat dan Pemerintah.  Dimana saat Pemerintah Indonesia memang serius tangani masalah zakat dengan melihat potensi yang besar di dalam masyarakatnya, setidaknya ada empat hal yang harus diarifi, yaitu (1)  Pemerintah tak identik dengan Negara, (2) Pemerintah Indonesia yang Sekuler, (3) Ketiga Dana Sosial umat lain, dan terakhir wilayah devisa”, tambahnya mengakhiri perkuliahan. (yni/ris)