Membangun Pasar Tradisional Dengan Konsep Wisata

CIES got The Challenge (CGTC)
12 April 2017
SDM Tanggung Jawab Siapa?
17 April 2017

Salah satu yang hilang didalam hiruk-pikuknya kemajuan Kota Malang adalah keberadaan dan eksistensi Pasar Tradisional. Saat ini keberadaan pasar tradisional belum menjadi pusat perekonomian yang maju seiring dengan kemajuan yang terjadi disektor-sektor lainnya yang modern. Bahkan pelaku-pelaku ekonomi yang ada di dalamnya masih nyaman dengan perilaku yang “tradisional”, baik dalam konteks “marketing” maupun strategi bisnisnya. Hal inilah yang seharusnya menjadi poin perhatian pemerintah, agar pasar-pasar tradisional mampu menjadi rujukan bagi masyarakat lokal untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Di beberapa Kota di negara maju, pengalaman mengunjungi pasar-pasar tradisional adalah sesuatu yang menarik karena pasar dijadikan sebagai pusat “ekonomi kerakyatan”, sekaligus tempat untuk bertemu dengan rekan-rekan sejawat. Oleh karena itu, tidak heran jika di sekitar pasar tradisional, tumbuh dan berkembang warung-warung kopi lokal, serta warung-warung makan yang menyediakan masakan-masakan lokal. Sehingga jika kita pergi keluar negri di negara maju, tempat makan yang murah dan berkualitas serta “lokal” mudah ditemui di sekitar pasar-pasar tradisional (central market).

Sejumlah pedagang dan pembeli melakukan transaksi di pasar Gede, Solo, Jawa Tengah, Jumat (20/3). Kementerian Perdagangan (Kemendag) sudah melakukan koordinasi dengan kementerian terkait guna mewujudkan visi dan misi Presiden Jokowi untuk membangun dan merevitalisasi 5.000 pasar tradisional dalam lima tahun ke depan. ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/Koz/nz/15.

Untuk menjadikan pasar tradisional menjadi lebih disukai oleh masyarakat, maka yang harus dilakukan adalah mengintegrasikan pasar tradisional dengan konsep wisata kuliner yang “lokal”. Tentu saja konsep “lokal” ini harus dibungkus dengan baik dan sesuai dengan prinsip-prinsip yang standar, seperti: kebersihan, rasa yang enak dan penyajian yang unik. Oleh karena itu, targetnya tidak boleh hanya dibatasi oleh ibu-ibu atau perempuan (women), namun juga harus disasar segmen anak muda (youth) dan para penggiat internet (netizen). Merekalah dominasi market di era sekarang yang sangat dinamis, sehingga ketika pasar tradisional sudah menjadi viral dan dikenal luas, maka pasar tradisional ini akan menjadi icon atau barometer penting perekonomian.

Jika anda berkesempatan ke Pasar Tawang Mangu, di sekitar parkiran pasar tersebut telah muncul beberapa warung kopi dan warung makan yang dirunning oleh anak-anak muda. Hal ini tentu secara perlahan mampu mengubah mindset anak muda bahwa wisata kuliner bisa dilakukan di Pasar Tradisional.

Selanjutnya implikasi lainnya adalah mampu mendorong pelaku-pelaku bisnis yang tradisional dan lama bertahan di pasar untuk mengetahui model-model bisnis baru yang menguntungkan. Bisnis-bisnis yang dirunning oleh anak muda sangatlah menarik untuk diperhatikan, karena taste mereka terhadap sebuah “keindahan” sangatlah tinggi. Dengan kata lain, berbisnis perlu memahami apa yang disebut sebagai “design count”. Bahwa sebuah pengaturan yang artistik, dengan desain yang unik akan mendorong orang untuk datang. Tentu saja, desain yang unik tidak harus mahal karena kita bisa menggunakan barang-barang bekas (recycle) sebagai bahan untuk membuat meja, kursi dan hiasan lainnya.

Kembali berdiskusi tentang pasar tradisional, maka pengembangannnya harus dikonsep mirip dengan prinsip-prinsip pariwisata. Dimana ada 5 poin penting yang harus dikembangkan, yaitu: attraction, accessibility, amenities, available packages, activities dan ancillary services. Tentu saja harus bertahap untuk mengubah pasar tradisional menjadi sebuah tempat dengan daya Tarik wisata. Namun ini sesuatu yang bisa dilakukan, dengan memperbaiki: desain bangunan yang ramah lingkungan (green building), lokasi parkir yang memadai, aliran pembuangan air yang baik, pencahayaan dan kebersihan. Selain itu, perlu disediakan tempat untuk makan, beribadah hingga akses jalan di dalam pasar yang nyaman.

Selain itu, hal mendasar yang harus dievaluasi dan diedukasi bagi pelaku-pelaku pasar terkait dengan “hospitality”. Ajari mereka dengan konsep-konsep marketing yang lebih baik, dengan mengutamakan kejujuran dan nilai-nilai positif. Oleh karena itu, saya sangat berharap di pasar tradisional sudah menggunakan tanda-tanda harga untuk menghindari persaingan yang tidak sehat serta negosiasi yang berlarut-larut.

Disisi lain, keamanan pasar juga harus menjadi prioritas agar pengunjung merasa nyaman untuk bertransaksi di pasar. Bahkan dengan konsep “cashless”, seharusnya dapat menjadi inovasi pembayaran di pasar tradisional menggunakan mesin EDC (electronic data capture) sehingga memudahkan pembayaran di pasar tradisional.

Terakhir, sudah saatnya pasar tradisional dikembankan lebih baik lagi untuk mendorong ekonomi kerakyatan. Tentunya dengan konsep dan pengaturan yang dapat disepakati kedua belah pihak, dimana masing-masing stakeholders mau bertanggung jawab dan mengambil peran yang positif dalam kolaborasi membangun pasar tradisional. Dengan hal ini maka, ketakutan akan pasar modern retail seharusnya tidak perlu terjadi karena pasar tradisional dan pelaku yang ada di dalamnya sudah cukup kuat untuk berkompetisi dan memberikan sebuah “nilai” yang positif bagi perekonomian.

Dias Satria.

Dosen FEB UB

sumber : http://www.diassatria.com/membangun-pasar-tradisional-dengan-konsep-wisata/