Penyerapan anggaran negara dinilai masih lamban, belum ada perubahan pola. Untuk mengubah pola tersebut, dibutuhkan langkah yang bersifat radikal. Hal tersebut ditegaskan oleh pengamat ekonomi Indef, Ahmad Erani Yustika, di Jakarta, Selasa (22/6). “Penyerapan APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) yang lamban adalah penyakit yang menahun. Dari dulu pola penyerapan anggaran memang seperti itu,” kata dia.
Per 15 Juni, realisasi belanja negara tercatat 326,3 triliun rupiah (28,9 persen). Tidak meningkat signifikan dibandingkan pencapaian periode yang sama tahun lalu yang mencapai 319,1 triliun rupiah (31,9 persen). Bahkan, terdapat kelemahan dalam penyerapan anggaran tahun ini, yaitu belanja modal yang menurun. Per 15 Juni, penyerapan belanja modal tercatat 14,4 triliun rupiah (16,4 persen), lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yaitu 16,6 triliun rupiah (22,6 persen). Belanja modal, seperti pembangunan infrastruktur, merupakan komponen penting dalam APBN karena memiliki dampak turunan (multiplier effect) yang besar. “Berbagai kalangan sudah banyak menyampaikan ide kepada pemerintah. Akan tetapi, sampai sekarang belum ada perubahan,” ujar Erani. Pergantian pemeriniah-an, tambah Erani, ternyata tidak menjamin perbaikan kinerja anggaran negara. “Jadi bukan soal kabinet baru atau lama, tetapi manajemen penyerapananggaran yang buruk,” tegas dia.