Aksi demo yang terjadi di Kota Malang terkait dengan maraknya “transportasi online”, seperti Gojek dan Grab, merefleksikan lemahnya respon dan kebijakan pemerintah menghadapi perubahan terkait dengan masalah transportasi. Seharusnya di era informasi yang begitu cepat, masalah-masalah “transportasi online” yang lebih dahulu terjadi di wilayah lainnya (seperti di ibukota Jakarta) sudah dapat diantisipasi sejak lama oleh pemerintah daerah sehingga tidak terjadi gesekan-gesekan horisontal antar masyarakat seperti saat ini.
Namun dengan adanya aksi tersebut, pemerintah dapat mengambil hikmah yang positif khususnya dalam merencanakan perbaikan infrastruktur dan sistem transportasi yang ada di Kota Malang. Bahkan hal tersebut menjadi sangat urgent untuk segera direalisasikan, karena kebutuhan transportasi yang nyaman dan murah sudah menjadi kebutuhan primer masyarakat perkotaan yang memiliki mobilitas yang sangat tinggi.
Hal ini juga yang harus dilakukan oleh pelaku-pelaku industri transportasi tradisional (angkutan kota dan taksi) untuk terus berbenah untuk memperbaiki standar layanan dan harga yang terjangkau.
Hal yang selalu harus difahami bahwa kita hidup dalam era “disruptive” dimana kondisi bisnis akan dihadapkan pada persaingan yang semakin ketat. Oleh karena itu pelaku bisnis di era saat ini harus lebih inovatif dan dekat dengan kebutuhan masyarakat. Artinya, pelaku layanan jasa transportasi “tradisional” harus lebih dekat dengan konsumen untuk memberikan layanan yang paling optimal.
Pemerintah dalam menyelesaikan masalah “transportasi online” tentu dihadapkan pada dilema yang sangat besar. Disatu sisi, para pelaku industri transportasi tradisional merasa dirugikan dengan adanya “transportasi online” yang saat ini mulai memakan market share (pangsa pasar) penumpang yang biasa mereka dapatkan.
Hal ini tentu berdampak pada kesejahteraan para supir transportasi tradisional yang kehilangan pendapatan. Disisi lain, transportasi online mampu berdampak positif bagi ekonomi daerah dengan penyerapan tenaga kerja yang sangat tinggi. Disisi lain, harga dan pelayanan yang diberikan mampu bersaing dengan transportasi tradisional.
Dalam konteks ekonomi, persaingan dalam batas tertentu dibutuhkan untuk mendorong pelaku bisnis agar lebih bersaing dalam memberikan pelayanan. Dalam konteks ini, transportasi online hadir sebagai kompetitor untuk menghadirkan kondisi tersebut. Hal ini tentu menjadi kondisi yang “kurang nyaman” bagi pelaku transportasi tradisional yang tidak mampu bersaing, karena kompetisi akan membuat salah satu pihak kalah atau dirugikan. Sehingga solusi yang dapat dilakukan adalah dengan berkolaborasi. Dalam hal ini, penyedia jasa angkutan dapat berkolaborasi dengan transportasi online seperti yang dilakukan oleh Bluebird terhadap Gojek.
Sektor transportasi publik merupakan ranah kebijakan publik dimana penanganannya perlu campur tangan pemerintah yang kuat, baik dalam pengaturan sistem maupun keberlanjutan bisnisnya. Hal ini disebabkan karena transportasi publik memiliki dampak yang sangat besar baik dalam kehidupan ekonomi maupun sosial masyarakat.
Hal inilah yang menginspirasi banyak Kota-kota di dunia dimana pemerintah daerah punya andil yang besar dalam pembangunan sektor transportasi publik. Sehingga implikasinya, pemerintah harus ikut mensubsidi angkutan umum dalam operasionalnya. Tentu subsidi yang dilakukan harus diimbangi dengan standar pelayanan yang lebih baik, sehingga mendorong masyarakat umum kembali menggunakan transportasi publik dibandingkan dengan transportasi pribadi atau “online”.
Saran saya kepada pemerintah adalah dengan menerapkan zoning “transportasi online” di tempat-tempat yang terbatas. Sebagai contoh, tidak memberikan kesempatan bagi transportasi online untuk mengambil penumpang di zona-zona tertentu, seperti: hotel, mall dan fasilitas publik lainnya. Namun solusi ini hanya dapat dilakukan dalam jangka pendek, karena masalah utama transportasi publik harus disegerakan solusinya dalam jangka panjang. Yaitu menyediakan transportasi publik yang nyaman dan murah, serta mampu menghubungkan masyarakat dari satu tempat ke tempat lainnya.
Terakhir, penanganan transportasi publik menjadi isu strategis yang harus cepat dicarikan solusinya oleh pemerintah. Dalam hal ini, campur tangan pemerintah dalam memperbaiki layanan harus diupayakan sedemikian rupa dengan melakukan subsidi angkutan kota untuk mengupscale layanan yang mereka agar bisa lebih baik kedepannya. Tentu dengan pengawasan yang terus menerus dalam implementasinya, sehingga pelayanan publik dalam bidang transportasi dapat dinikmati oleh masyarakat sehingga mampu bersaing dengan transportasi online.
Layaknya transportasi publik di kota-kota besar di luar negri, layanan yang diberikan harus menjadi ketepatan waktu (tersedianya jadwal yang pasti dari satu halte ke tempat lainnya atau timetable), harga yang terjangkau, aman serta nyaman untuk digunakan.
Inilah saat yang tepat untuk berbenah dalam layanan transportasi publik, semoga apa yang diupayakan pemerintah untuk mencarikan solusi bukanlah solusi yang sifatnya jangka pendek namun berbuah solusi jangka panjang bagaimana transportasi publik dapat optimal digunakan dan berdampak baik dalam konteks sosial maupun ekonomi.
Indikator suksesnya adalah bagaimana mengembalikan angkutan umum (transportasi tradisional) kembali menjadi sarana utama transportasi yang diminati publik dengan layanan yang semakin baik. Hal ini tentu perlu campur tangan pemerintah untuk mensubsidi guna mengupgrading sarana dan prasarana yang mulai using dengan armada-armada yang lebih baik, dan sistem layanan yang lebih efisien.
by : Dias Satria, Dosen FEB UB
sumber : http://www.diassatria.com/ribut-transportasi-online/