Membangun sebuah Kota yang cerdas (smart city) bukan perkara membangun teknologi yang canggih saja, namun lebih kepada membangun mindset dan pola pikir masyarakat untuk berpikir tentang sebuah kota yang maju dengan konsep pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Dalam hal ini, orientasi pembangunan yang diinginkan memiliki tujuan jangka panjang bagaimana menggunakan potensi dan sumber daya yang ada tidak habis dan rusak digunakan dalam jangka pendek.
Oleh karena itu, ketika masyarakat sudah mulai merasakan tingginya harga energi (semisal listrik dan bahan bakar minyak), maka Kota yang cerdas (smartcity) akan mulai berpikir bagaimana menggunakan dan menemukan alternatif energi terbarukan. Tentu saja temuan, dan inovasi terkait teknologi terbarukan tidak bisa “instan” dan sukses untuk digunakan dalam masyarakat. Karena hal yang baru membutuhkan proses edukasi, dan penyempurnaan yang terus menerus. Namun proses inilah yang harus terus dikawal oleh Kota yang cerdas, bagaimana masyarakatnya terlibat dalam sebuah proses inovasi dan mencari solusi bagi keberlanjutan pembangunan Kota.
Walikota Melbourne dalam salah satu forum “world cities summit” menjelaskan bahwa Kota yang cerdas bukan Kota yang memiliki banyak mobil berseliweran sebagai refleksi kesejahteraan, namun Kota yang mampu menyediakan tempat pejalan kaki yang panjang dan saling terhubung serta mampu menyediakan jalur pesepeda yang aman (bike path). Bahkan hampir diseluruh tempat di Kota-kota yang maju, seluruh fasilitas publik sudah sangat lengkap dengan fasilitas bagi penyandang disabilitas. Hal inilah yang menjadi nilai kecerdasan sebuah Kota, bahwa pemerintah benar-benar peduli dan mampu menjangkau seluruh karakteristik masyarakatnya.
Dalam forum tersebut, Walikota Muntinlupa (Filipina) menjelaskan bahwa daya Tarik investasi sebuah wilayah sangat tergantung bagaimana daerah tersebut memiliki inovasi-inovasi dan terobosan (breakthrough) dalam memecahkan masalah di daerahnya, termasuk kemiskinan, banjir, ketimpangan pendapatan maupun masalah-masalah sosial yang menggangu pembangunan.
Dalam hal ini, ada keterlibatan masyarakat dalam pemecahan masalah sosial menjadi salah satu kunci sukses bagaimana menjadi penopang Kota yang cerdas (smartcity). Kota dimana masyarakatnya tidak sekedar meminta penyelesaiannya kepada pemerintah sebagai policy maker, namun ikut andil dalam penyelesaiannya. Proses ini tentu bukan merupakan hal yang mudah, jika masyarakat tidak pernah dilibatkan dalam proses-proses pembangunan. Oleh karena itu, penguatan “modal sosial” harus dimulai secara bertahap melalui pemecahan bersama masalah-masalah yang ada di masyarakat. Disisi lain, masyarakat juga diapresiasi dengan kemampuan inovasi dan terobosannya jika berhasil membantu pemerintah dalam menyelesaikan masalah-masalah pembangunan.
Smartcity adalah kota yang mampu mengkolaborasikan energi-energi positif dari masyarakatnya baik dalam konteks kreatifitas, teknologi, budaya menjadi sebuah nilai tambah yang mampu menjadi solusi bagi masalah-masalah daerah. Dalam hal ini ada tiga kata kunci yang harus diraih untuk menjadi Kota yang cerdas, yaitu mendorong masyarakatnya menjadi lebih produktif (productivity), mendorong masyarakatnya menjadi lebih nyaman untuk tinggal (liveable) dan mendorong keberlanjutan (sustainability) dalam aspek ekonomi, sosial dan lingkungan.
Kota yang cerdas tentu saja tidak terlepas dari kemampuan daerah membangun sebuah sistem teknologi yang mampu menjadi solusi pemecahan masalah-masalah sosial. Hal ini disebabkan karena “internet” dianggap sebagai killer atau disruptive dalam aktivitas ekonomi, yang telah mengubah banyak model bisnis di era ini (transportasi, e-commerce, jasa dan perbankan). Oleh karena itu, membangun Kota yang cerdas tentu tidak terlepas dari upaya mengembangkan inovasi, kreatifitas dan teknologi menjadi bahan bakar pembangunan. Disisi lain, Kota makin hari menghadapi permasalahan yang semakin kompleks baik dalam konteks interaksi masyarakatnya maupun aktivitas ekonomi yang ada di dalamnya.
Selain itu, masyarakat era saat ini sudah semakin menuntut (demanding) untuk hidup di kota yan lebih nyaman. Bahkan jika pemerintah daerah tidak mampu mengelola sentimen-sentimen negatif dan tidak mampu menyediakan kebutuhan dasar (basic needs) masyarakat, maka akan terjadi keadaan-keadaan yang menganggu stabilitas dan proses pembangunan itu sendiri, selain keterlibatan dan partisipasi masyarakat semakin rendah.
Oleh karena itu, Kota yang cerdas adalah kota yang mampu “cepat dan tanggap” menangani masalah-masalah Kota, serta mampu inovatif mencari solusi yang dibutuhkan. Sehingga kemampuannya untuk mencarikan solusi, dan mengelola sumber daya daerah dengan efisien dan efektif dapat meningkatkan daya saing daerahnya menjadi wilayah yang Maju dan cerdas.
Terakhir, eksplorasi teknologi dalam memecahkan masalah-masalah dalam masyarakat masih memiliki banyak peluang-peluang yang dapat digali khususnya dalam mengatur Kota yang cerdas. Baik dalam mendorong pendapatan daerah, maupun pengelolaan sumber-sumber daya yang dimiliki daerah. Salah satunya dalam mengelola Big Data menjadi salah satu informasi penting dalam mengidentifikasi masalah-masalah daerah. Sederhananya Big Data ini merupakan informasi-informasi yang bertebaran di masyarakat baik melalui media sosial maupun informasi yang dikembangkan berbasis teknologi informasi. Oleh karena itu, pengelolaan Kota yang cerdas butuh partisipasi masyarakat yang cerdas untuk bersama-sama membangun dan mencari solusi yang ada di daerah tersebut.
Dias Satria | Dosen FEB UB