Teknologi Akselerator Pembangunan

LKMM-TM Hadir Di FEB UB
1 April 2019
ACCOUNTING LEAGUE 2019 HIMPUNAN MAHASISWA JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA
3 April 2019

Frasa teknologi menjadi sebuah isu yang hampir tak pernah terlepas dalam setiap perbincangan mengenai pembangunan. Historinya cukup panjang sejak berabad-abad silam. Dalam kontestasi pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2019 pun tak luput dari perdebatan panjang mengenai pengelolaan teknologi. Teknologi selalu dilirik karena disinyalir dapat meningkatkan kualitas layanan pemerintahan dan pembangunan, yang secara khusus ditujukan untuk meningkatkan kapasitas (efisiensi) ekonomi dan kualitas hidup masyarakat.

Pemaknaan mengenai teknologi sendiri bisa dibilang cukup beragam. Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), teknologi diartikan sebagai metode ilmiah untuk mencapai tujuan praktis, ilmu pengetahuan terapan, atau keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-barang yang diperlukan bagi kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia. Jika merujuk pada definisi tersebut, pengertian teknologi akan lebih tepat jika merujuk pada kesatuan sistem yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas, kemudahan, dan kenyamanan.

Dalam perspektif sosial, teknologi baru bisa dikatakan tepat guna apabila mampu memberikan nilai tambah (manfaat) bagi para user-nya. Sebab jika belum sampai ke arah itu (menawarkan kemajuan), maka pemaknaan teknologi akan cenderung “bias”. Teknologi tidak bisa dianggap sebatas sebagai wujud dari sebuah mesin aplikasi (software) atau perangkat keras (hardware) sebagai target akhir. Titik tekannya justru lebih tepat jika diarahkan untuk mengukur sejauh mana nilai manfaat yang telah/akan ditawarkan, baik secara lahir maupun batin.

Dalam perkembangan terkini, pemerintah di berbagai strata di Indonesia sudah mencoba menggiatkan inovasi layanan pemerintahan berbasis teknologi. Sebagai contoh, sebagian pemerintah daerah sudah mendirikan mall pelayanan publik (atau sejenisnya) untuk kepentingan layanan administrasi kependudukan dan investasi.Pemerintah pusat sendiri juga sudah membangun Online Single Submission (OSS) untuk mempermudah dan mempercepat perijinan investasi. Berbagai penyegaran tersebut tentu cukup melegakan, minimal untuk memangkas potensi biaya transaksi dan meningkatkan transparansi. Selain itu juga selaras dengan visi pemerintah untuk menggiatkan revolusi industri 4.0 dimana peran teknologi sangat besar di dalamnya.
Teknologi dalam teori ekonomi memegang faktor kunci, terutama dalam meningkatkan nilai tambah (value added) sumber daya atau input produksi. Dengan demikian, teknologi sebenarnya bisa menjadi kunci pembangunan sebagai alat untuk meningkatkan akumulasi nilai ekonomi (economic value). Jika dilihat secara empiris, negara-negara yang sudah maju saat ini memiliki ciri yang khas terhadap penguasaan dan pengembangan teknologi. Ide ini yang kemudian banyak diadopsi oleh negara berkembang (termasuk Indonesia).

Namun sayangnya, banyak di antara negara tersebut yang terhenti pada tahap menguasai (memiliki peralatan teknologi). Menguasai tanpa kemampuan untuk mengembangkan akan menjadi bumerang, karena negara itu menjadi konsumen yang hanya akan membeli dan membeli, serta agak sulit menentukan arah pembangunannya. Kebanyakan kebijakan mereka akan didikte oleh negara penyedia teknologi, dan celakanya karakteristik dan kebutuhan pembangunan di suatu negara bisa berbeda-beda. Perlu ada pelokalan di dalam pemanfaatan teknologi agar penggunaannya bisa lebih sesuai.

Jika dilihat lebih mendalam lagi berdasarkan experiences di beberapa negara maju, kemampuan untuk mengembangkan teknologi juga dilatarbelakangi oleh kemampuan sumber daya manusia (SDM) di dalamnya. SDM yang mandiri dengan pengetahuan ilmu dasar dan seni (estetika) yang baik, akan mendorong pengembangan teknologi yang lebih sesuai dengan kebutuhan pembangunan.

Dalam jangka pendek mungkin strategi dalam pengembangan teknologi bisa melalui jalur follower, dimana kita perlu mengikuti/meniru untuk mengenali terlebih dahulu karakteristik teknologi yang ada. Setelahnya kita perlu berimprovisasi untuk menjadi inventor (penemu), bisa dengan merubah sebagian atau secara keseluruhan. Terserah kita mau mengambil strategi yang mana, yang penting dapat dikembangkan di Indonesia.

Untuk mewujudkan angan-angan tersebut, kita membutuhkan setidaknya lembaga riset dan inovasi yang kuat. Perguruan tinggi dapat ditunjuk sebagai salah satu leading sector-nya. Ibaratnya lembaga ini akan menjadi laboratorium yang bertujuan mencukupi setiap kebutuhan teknologi bagi para pelaku pembangunan. Yang paling vital dari ide ini adalah untuk mengakomodir agar output dari perguruan tinggi dapat diserap dunia usaha.

Jadi kita tidak semakin terbebani dengan jumlah pengangguran yang relatif tinggi dari golongan pendidikan tinggi, serta mereduksi sistem-sistem ekonomi yang pengelolaannya masih bersifat tradisional dan bernilai ekonomi rendah. Jika kita ingin ada lompatan pertumbuhan ekonomi di atas 6-7% maka kita wajib memasukkan unsur teknologi dan SDM yang berkualitas sebagai faktor utamanya. Selain itu beberapa pakar telah mengamati bagaimana dampak teknologi terhadap perilaku ekonomi masyarakat. Salah satu kunci pertumbuhan ekonomi di masa depan terletak di pundak sektor industri dan jasa.

Pemikiran ini bukan lantas meniadakan peran sektor primer seperti pertanian dan pertambangan, melainkan mengintegrasikan sektor-sektor tersebut dengan industri dan jasa. Sehingga kita berpeluang menciptakan nilai tambah yang lebih besar tanpa repot-repot merevolusi struktur perekonomian yang ada. Kita tinggal memanfaatkan betapa besarnya potensi ekonomi yang terkandung di perut bumi pertiwi dengan memperkaya aktivitas ekonomi di dalamnya.China dan India sudah membuktikannya betapa dahsyatnya kemampuan pertumbuhan ekonominya pasca melakukan lompatan kapasitas teknologi dan SDM. Dalam dua dekade terakhir mereka nyaris selalu konsisten menjadi negara dengan tingkat pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia. Bahkan perkembangan ekonomi India diproyeksikan beberapa lembaga internasional akan perlahan-lahan mulai meninggalkan China, karena struktur kebijakan yang lebih cair pada hubungan pemerintah dan swasta. Sedangkan China tampaknya mulai agak kedodoran berkat konflik dagang dengan Amerika Serikat dan “serangan” utang nonfinansial di negara tersebut. Selain itu juga disebabkan kebijakan yang cenderung government centrist.

Contoh lainnya adalah Jepang dan Singapura. Dua negara tersebut tampaknya menjadi negara di Asia yang paling getol membangun perekonomian melalui pemanfaatan teknologi mutakhir. Hal yang perlu kita pelajari dari keduanya adalah bagaimana membangun daya saing negaranya, terutama di sektor industri dan jasa.

Keduanya juga termasuk negara eksportir terbesar di dunia kendati memiliki keterbatasan input produksi, khususnya dari sisi sumber daya alam (SDA). Bahkan Jepang mampu mengawinkan pengembangan pertaniannya menggunakan teknologi robotik. Tentu ini sangat berbeda di Indonesia yang masih sangat minim sekali menggunakan teknologi di sektor pertanian.

Belajar dari keberadaan beberapa penyedia transportasi online yang ternyata mampu menggiatkan ekonomi UKM dengan layanan antar-jemput pesanan, sebenarnya kita sudah membuktikan bahwa kita mampu mengembangkan teknologi dalam perekonomian. Sekali lagi, kunci suksesnya akan terletak pada SDM dan pengembangan teknologi, serta bagaimana pengembangan tersebut mampu dijangkau oleh lebih banyak pihak.

Bagaimana langkah Indonesia ke depannya di dalam pengembangan teknologi? Wallahu a’lam. Mudah-mudahan siapapun presiden yang kelak akan terpilih mampu menjembatani kemajuan, pertumbuhan ekonomi, dan pemerataan pembangunan melalui pengembangan teknologi tepat guna bagi masyarakat Indonesia.

Candra Fajri Ananda
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya