Fintech dan ancaman baru dalam sistem perbankan?

FESTIVAL, EKONOMI KREATIF DAN PEMBANGUNAN YANG BERKELANJUTAN
30 March 2017
Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan
31 March 2017

Selamat datang di era digital, dimana teknologi menjadi kunci penting dalam memenangkan persaingan dalam bisnis. Para pemain-pemain yang masih mempertahankan strategi dan budaya bisnis yang “kuno”, sudah mulai gusar dengan masuknya pemain-pemain baru (start-up) yang lebih kompetitif dan lebih inovatif dalam memberikan pelayanan yang memuaskan pada konsumen. Sehingga ketika beberapa waktu lalu, para pelaku transportasi “konvensional” gusar dengan hadirnya “transportasi online” maka sektor yang akan terganggu selanjutnya adalah sektor keuangan dan perbankan dengan hadirnya sebuah inovasi keuangan bernama “financial technology” atau fintech.

Regulator dalam sistem keuangan yaitu Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tentu tidak akan tinggal diam dengan perubahan struktur yang terjadi dengan hadirnya fintech. Hal ini dilakukan dengan membuat peraturan dan kebijakan untuk membatasi gerak fintech yang pada intinya diarahkan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, serta potensi kerugian yang mampu mentrigger terjadinya krisis perbankan.

Namun hadirnya fintech harus dimaknai berbeda oleh pelaku di sektor perbankan. Bahwa di era ekonomi digital, inovasi perbankan dalam pelayanan terhadap konsumen harus menjadi sebuah tolak ukur penting yang harus disediakan oleh perbankan.

Di sektor perbankan, inovasi-inovasi yang terjadi masih sangat lambat jika dibandingkan dengan inovasi-inovasi yang dilakukan di sektor lain. Sebagai contoh, ATM adalah inovasi yang dilahirkan di tahun 1960an, Online banking adalah inovasi yang dilahirkan di tahun 1990an. Derivasi keuangan mungkin lahir dengan cepat sebagai inovasi di era 2000an, namun hal inilah yang menjadi salah satu trigger atau penyebab krisis perbankan di Amerika Serika di tahun 2008. Artinya, inovasi di sektor perbankan belum optimal di era saat ini sehingga memunculkan para pemain-pemain baru yang melihat peluang “bisnis” di sektor keuangan. Atau dengan kata lain, fintech hadir untuk mengisi kekosongan inovasi dalam sistem keuangan konvensional.

Inovasi-inovasi keuangan sebenarnya telah dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar yang tidak berbasis keuangan. Sebagai contoh, di Amerika Serikat, FACEBOOK sudah memberikan fitur transfer uang dengan fitur facebook messenger. Selanjutnya, AMAZON melakukan inovasi dalam pemberian kredit bagi mahasiswa (student loans). ALIBABA, salah satu perusahaan tiongkok terbesar memiliki inovasi dalam teknologi keuangan dengan nama Alipay yang berfungsi menyerupai PayPal. Bahkan di Tiongkok, pengiriman angpaw (amplop merah) dilakukan dengan fintech bernama tencent’s wechat. Artinya, inovasi-inovasi keuangan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang tidak berbasis keuangan (perbankan) menunjukan dinamisnya pengembangan inovasi yang mereka lakukan. Sehingga, jika perbankan tidak melakukan inovasi tersebut maka kemungkinan besar perbankan konvensional akan kehilangan porsinya dalam sistem keuangan dan berakhir dengan “kebankrutan.”

Oleh karena itu, apa yang harus dilakukan perbankan di era digital seperti sekarang ini? Yang harus dilakukan adalah dengan melakukan re-design terhadap penggunaan teknologi dalam memberikan pelayanan mereka terhadap konsumen. Tentu saja dengan teknolgi yang up-to-date dengan perkembangan dan kondisi masyarakat saat ini.

Ada kunci sukses yang harus dilakukan perbankan untuk bisa menang dalam kompetisi ini: pertama adalah mengedepankan pelayanan yang terbaik bagi konsumen, dan yang kedua adalah menjaga biaya operasional perbankan seminimum dan seefektif mungkin.

Pertama, konsumen harus menjadi raja atas layanan yang diberikan oleh perbankan. Bahkan pelayanan yang diberikan harus lebih “cepat” (faster), lebih “murah” (cheaper) dan lebih “mudah dan nyaman” (convenient). Oleh karena itu, jangan pernah biarkan konsumen menunggu lama dengan ketidakpastian, serta mengambil keuntungan yang merugikan konsumen perbankan.

Kedua, fintech hadir dengan konsep teknologi yang matang. Bahkan dengan teknologi yang mereka berikan, dapat meminimumkan biaya operasional yang dibebankan. Mereka pun tidak membutuhkan sebuah gedung dengan biaya “maintenance” yang tinggi, karena bisnis yang dilakukan benar-benar bisa efisien dan mengurangi biaya. Oleh karena itu, berbisnis di era saat ini perlu lebih efisien dan efektif khususnya dalam menjaga biaya operasional tetap rendah.

Anda bisa bayangkan, bagaimana pelayanan yang diberikan oleh fintech dapat dengan sangat mudah di akses oleh konsumen. Sebagai contoh, aplikasi keuangan untuk pinjaman uang dengan fintech hanya perlu saya lakukan dalam 10 menit dengan prosedur yang sangat pendek, serta keputusan peminjaman yang hanya kurang dari 24 jam.

Terakhir, tentu saja analisa diatas dihadirkan tanpa mengurangi pentingnya prinsip kehati-hatian dalam sektor perbankan. Karena prinsip tersebut menjadi sangat penting untuk menjaga sistem keuangan yang sehat dan kuat. Karena sistem keuangan merupakan jantungnya perekonomian.

Namun, era digital dan inovasi memaksa pelaku-pelaku bisnis untuk terus berevolusi dengan inovasi-inovasi yang dekat dengan kebutuhan konsumen. Dengan “stepping point” inilah, maka sektor keuangan harus mulai waspada dan terus berinovasi. Fokuslah beriorientasi pada peningkatan kepuasan konsumen, sehingga segmentasi pasar yang sudah diraih dalam beberapa tahun masih bisa dijaga karena konsumen sudah merasa puas dengan pelayanan yang diberikan oleh sektor keuangan dan perbankan. (Dias Satria)