(14/6), bertempat di aula gedung F FEB UB (lantai 7), Program Pasca Sarjana FEB UB bekerja sama dengan Pusat Kajian Dinamika Sistem Pembangunan (PKDSP) FEB UB dan Bank Dunia (World Bank) mengadakan seminar nasional yang mengangkat tema “Anggaran Publik, Alokasi Anggaran, dan Efektivitas Belanja dalam Rangka Pembangunan Daerah”. Acara berlangsung sejak pukul 09.00 hingga pukul 16.00 WIB dihadiri oleh Dekan FEB UB, Gugus Irianto, SE., MSA., Ph.D., Ak., Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi, Dr. Ghozali Maski., SE., MS., Ketua Program Studi S2 Ilmu Ekonomi, Dwi Budi Santosa, SE.,MS.,Ph.D., dan Ketua Program Studi S3 Ilmu Ekonomi, Prof. Dr. Candra Fajri Ananda, SE., M.Sc.
Seminar nasional ini terbagi atas dua sesi dengan enam orang pemateri, sesi pertama diisi oleh empat pemateri dan sesi kedua oleh dua pemateri. Materi yang pertama disampaikan oleh ekonom sekaligus Kepala Kantor Perencanaan dan Pengembangan Universitas Indonesia, Padang Wicaksono, SE., Ph.D., yang memaparkan tentang Implementasi Dana Perimbangan dan Asas Pemerataan dalam Era Desentralisasi. Dalam pemaparannya tersebut beliau menjelaskan bahwa inefisiensi anggaran seringkali disebabkan karena rumitnya skema dana bagi hasil dan adanya kontradiksi antara tujuan pemerataan dana perimbangan dengan realisasi pelaksanaannya. Dana Perimbangan yang terdiri atas Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, dan Dana Bagi Hasil ini pada dasarnya bertujuan untuk pemerataan atau redistribusi pendapatan namun pada kenyataannya, yang terjadi di lapangan sangat kontradiktif dengan tujuan konseptual tersebut, yang ada malah daerah dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang tinggi mendapatkan dana perimbangan yang tinggi sementara daerah dengan PAD yang rendah mendapatkan dana perimbangan yang rendah juga.
Kemudian materi disambung oleh Dwi Budi Santosa, SE., MS., Ph.D selaku ketua PKDSP FEB UB dengan paparannya mengenai “Kemandirian Perekonomian di Jawa Timur”. Dalam materi ini dijelaskan bahwa daerah tingkat II di Jawa Timur (kota/kabupaten) memiliki PAD yang rendah, namun PAD dalam perekonomian daerah tingkat I (provinsi) cukup tinggi, artinya pemerintah provinsi Jawa Timur berhasil melakukan kemandirian ekonomi. Untuk mencapai kemandirian ekonomi diperlukan adanya PAD yang tinggi dan mengurangi dana perimbangan. Masalahnya dana perimbangan tersebut seringkali diperebutkan oleh banyak daerah padahal dalam esensinya dana perimbangan digunakan untuk membantu wilayah-wilayah yang ekonominya kurang mampu. Dan terakhir yang disampaikan oleh Dr. Dwi Budi dalam paparannya adalah kebanyakan pengelola keuangan lebih fokus melakukan tata keuangan sesuai dengan regulasi yang menuju pada outcome ketimbang efisiensi yang merujuk pada empat pilar: pro growth, pro jobs, pro poor, dan pro environment.
Materi berikutnya dilanjutkan dengan presentasi dari Bastian Zaini, perwakilan dari Bank Dunia mengenai “Kapasitas dan Efektivitas Keuangan Daerah”. Presentasi tersebut mengungkapkan beberapa temuan mengenai fenomena penghambat efektivitas anggaran yaitu variasi belanja pemerintah kota/kabupaten yang sangat beragam sehingga tidak bisa disamakan dengan satu regulasi yang sifatnya kaku, kemudian temuan mengenai angka partisipasi pendidikan dimana untuk pendidikan dasar (Sekolah Dasar/SD) penyerapan sudah optimal namun sayang untuk SMP dan SMA masih belum karena setengah dari lulusan SD langsung terserap ke dunia kerja. Hal ini berarti ada alokasi anggaran yang kurang tepat dalam bidang pendidikan. Hal ini perlu diperhatikan agar nantinya setiap pembuatan anggaran bisa sesuai dengan keperluan karena ada satu kasus bahwa suatu daerah terlalu banyak mengalokasikan dana sektor pendidikan untuk membangun SD, sementara kebutuhannya bukan lagi pembangunan SD karena jumlah penduduk SD hanya sedikit, yang dibutuhkan adalah jenjang lain seperti SMP dan SMA namun karena dalam anggaran yang sifatnya kaku peruntukannya seperti itu maka yang terjadi juga seperti demikian.
Selanjutnya materi terakhir dalam sesi pertama dipaparkan oleh Rohman Budijanto, SH.,MH., selaku Direktur Eksekutif Jawa Pos Pro Otonomi yang mendeskripsikan tentang pengeluaran publik dan pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur. Dalam paparan singkatnya Rohman Budijanto menjelaskan posisi regulasi dalam pembentukan anggaran bisa dipahami positif dan negatif. Keberadaan regulasi satu sisi bisa digunakan untuk menghindari moral hazard namun di sisi lain, regulasi bersifat mengeneralisasi, tidak spesifik pada karakter dan kekhasan daerah. Sesi Pertama ditutup dengan tanya jawab langsung antara peserta dengan pemateri.
Sesi kedua dimulai pukul 13.30 dengan materi yang dibuka oleh Hotman Napitupulu, MBA., selaku perwakilan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dengan materinya yang bertajuk Pengawasan dan Pengendalian Intern untuk Kualitas Pengeluaran Daerah yang Lebih Baik. Materi singkat yang dibawakan bertemakan tentang tugas dan wewenang BPKP dalam sistem anggaran. Materi yang dijelaskan juga tidak jauh dengan pemateri-pemateri sebelumnya yakni tentang rumusan dan formula bagaimana suatu anggaran itu tersusun.
Materi penutup disampaikan oleh Prof. Munawar Ismail, SE., DEA., Ph.D selaku pengelola pasca sarjana FEB UB dengan paparannya mengenai Aspek Politik Dana Perimbangan. Prof. Munawar berpendapat bahwa dalam pembuatan anggaran daerah, peran politik cukup kental. Terkadang apa yang disampaikan oleh ekonom untuk menyusun anggaran dengan formulasi yang sedemikian rupa akan sia-sia ketika politik sudah turut serta dalam penyusunan anggaran karena tidak bisa dipungkiri bahwa anggaran mengandung banyak kepentingan dari berbagai pihak. Acara yang dihadiri kurang lebih 180 peserta ini ditutup pukul 16.00 dengan penyerahan vandel dan sambutan penutup oleh Dekan FEB UB. <mh>