PERJUANGAN dunia dalam melawan pandemi Covid-19 belum usai. Sejumlah kalangan memperkirakan periode kritisnya sekitar April atau Mei ini. Pada bulan-bulan itu kita akan menghadapi bulan suci Ramadan dan Idul Fitri.
Akhir Ramadan biasanya diikuti aktivitas mudik yang memiliki nilai ekonomi sangat tinggi. Namun, dari beberapa pemberitaan, reaksi pemerintah daerah satu dengan yang lain sangat berbeda. Beberapa langsung bertindak dengan membantu pihak terdampak, baik bantuan berupa alat pelindung diri (APD) maupun bantuan sosial dalam bentuk bantuan langsung tunai (BLT). Sebaliknya, pemerintah daerah lain masih disibukkan dengan urusan rutin yang sudah setiap hari dilakukan.
Untuk menangani Covid-19 Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan paket stimulus yang dibagi dalam tiga jilid, di antaranya stimulus pertama sebesar Rp10,3 triliun yang fokus pada pemulihan sektor pariwisata. Stimulus kedua, pemerintah mengeluarkan dana Rp22,9 triliun untuk menumbuhkan daya beli masyarakat dan kemudahan ekspor-impor. Selanjutnya, stimulus ketiga pemerintah mengeluarkan Rp405,1 triliun untuk mencegah keparahan dan mempertahankan perekonomian tetap berjalan dengan baik walaupun sangat berat.
Bank Dunia bahkan memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di rentang -3,5% hingga 2,1%. Sementara itu, ADB memperkirakan di kisaran 2,5%, sedangkan The Economist Intelligence Unit memperkirakan pertumbuhan ekonomi nasional di angka 1,0% sepanjang tahun ini.
Kebijakan Ekonomi dalam Pandemi Karena situasi yang dihadapi adalah situasi yang sangat luar biasa, tentu respons pemerintah tidak bisa dengan cara biasa. Diperlukan langkah yang luar biasa tentu dengan tetap mempertahankan tata kelola yang baik, untuk menyikapi segala dinamika yang terjadi.
Pemerintah memprediksi defisit pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 mencapai 5,07% terhadap produk domestik bruto (PDB) akibat virus korona. Walaupun begitu, pemerintah juga tetap melakukan penyisiran anggaran sebagai langkah efisiensi dan mencegah defisit terlalu lebar. Dalam posisi seperti itu, pemerintah perlu dukungan hukum dalam bentuk peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) yang fokus pada kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan.
Seluruh dunia saat ini tengah ”berperang” melawan pandemi Covid-19. Sebanyak 211 negara saat ini telah diserang dan terdampak, termasuk sudah mengeluarkan stimulus ekonomi yang ekstensif. Berbagai negara tersebut mengeluarkan stimulus fiskal dengan beberapa fokus di antaranya meningkatkan anggaran kesehatan, bantuan bagi rumah tangga, serta bantuan kepada sektor ekonomi yang terdampak.
Data menunjukkan bahwa Australia dan Singapura memberikan dukungan fiskal 10,9% terhadap PDB untuk menghadapi wabah Covid-19 di negaranya. Amerika Serikat (AS) memberikan dukungan fiskal 10,5% terhadap PDB, lalu Malaysia memberikan dukungan 10% terhadap PDB plus dukungan bagi dunia usaha terdampak sebesar 100 miliar ringgit Malaysia (6,7% terhadap PDB). Berbeda dengan itu, Indonesia hingga saat ini telah memberikan dukungan fiskal 3,1% dalam menangani wabah Covid-19 yang diimplementasikan melalui paket stimulus jilid satu hingga jilid tiga.
Melihat Strategi The Fed Bagaimana negara adidaya AS melawan serangan virus ini patut kita pelajari dan renungkan. Sebagai episentrum Covid-19, Pemerintah AS terus mengimbau agar masyarakat di seluruh negara bagian untuk tetap berada di rumah, menutup sekolah, pembatalan acara, penutupan berbagai restoran dan bar, serta kebijakan wajib untuk bekerja dari rumah. Di luar itu, pemerintah juga menyiapkan pinjaman hingga USD2,3 triliun untuk mendukung rumah tangga, pengusaha, pasar keuangan, dan pemerintah di negara bagian.
Beberapa strategi yang dilakukan The Fed untuk mendukung ekonomi dan pasar keuangan adalah sebagai berikut. Pertama, mendukung state and municipal borrowing
melalui pinjaman langsung dengan membeli municipal bonds. Kedua, mendukung rumah tangga, konsumen, dan usaha kecil menengah (UKM) dengan memberikan kemudahan pinjaman.
Ketiga, mendukung perusahaan dan bisnis melalui pinjaman langsung ke perusahaan besar dengan membeli penerbitan obligasi korporasi. Dalam kebijakan ini juga terdapat opsi di mana peminjam dapat menunda pembayaran bunga dan pokok setidaknya enam bulan pertama. The Fed juga membeli commercial papers dan memberikan pinjaman untuk UKM dengan menawarkan pinjaman empat tahun, di mana pembayarannya dapat ditunda satu tahun.
Keempat, mendorong bank untuk memberikan kemudahan pinjaman melalui penurunan tingkat suku bunga yang dibebankan pada pinjaman dari 1,75% menjadi 0,25% dan memperpanjang jangka waktu hingga 90 hari, serta mempermudah persyaratan. Kelima, mendukung fungsi pasar keuangan melalui pembelian efek (QE), menghadirkan kembali reksa dana pasar uang, dan memperluas operasi repo.
Keenam, near zero interest rate yakni target FFR yang diturunkan menjadi 0-0,25% dan The Fed juga memberikan forward guidance mengenai future path dari tingkat suku bunga utamanya. Ketujuh, jalur swap internasional.
AS melakukan kebijakan luar biasa di luar batas kebiasaan selama ini. Hal itu memberikan pelajaran bagi kita bahwa Covid-19 ini bukan permasalahan sederhana, termasuk betapa kehadiran pemerintah dalam melindungi masyarakatnya sangat dinantikan.
Counter Cyclical Dongkrak Ekonomi Secara umum, kebijakan counter cyclical ini, tidak hanya untuk mencegah dan mengantisipasi down-side risk dari penyebaran virus ini, tetapi juga harus dilihat sebagai kebijakan proaktif pemerintah guna mengatasi pergerakan siklus ekonomi yang ekstrem, serta menyiapkan untuk pergerakan perekonomian setelah Covid-19 ini.
Meskipun kehancuran ekonomi akibat pandemi adalah keniscayaan, mempersiapkan strategi matang untuk bertahan saat pandemi dan bangkit setelah badai terjadi adalah keharusan. Indonesia dengan strategi paket kebijakan counter cyclical dapat difokuskan untuk mempertahankan daya beli masyarakat, mencegah terjadinya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK), stimulus pajak agar industri dan dunia usaha lebih bergairah, mengoptimalkan belanja negara, serta memperkuat daya tahan sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Tanpa kebijakan untuk melawan tren perlambatan pertumbuhan ekonomi dikhawatirkan kepercayaan, baik pelaku usaha maupun konsumen, terhadap prospek perekonomian nasional akan tergerus dan terus menurun. Hal ini yang tentu tidak kita semua tidak berharap. Semoga.
Candra Fajri Ananda Staf Khusus Menteri Keuangan Republik Indonesia