Candra Fajri Ananda
Staf Khusus Menteri Keuangan RI
Pascabadai pandemi, pemulihan ekonomi berangsur menunjukkan pemulihan. Sepanjang semester I/2022, prekonomian domestik tumbuh 5,23%. Realisasi paruh pertama tahun ini bahkan telah mencapai 7,1% di atas level sebelum pandemi.
Kinerja pemulihan ekonomi Indonesia dibandingkan berbagai negara lainnya dalam kelompok G20 maupun ASEAN, termasuk secara relatif cepat dan tinggi. Pemulihan ekonomi Indonesia menjadi yang paling kuat setelah China dan India di dalam kelompok negara G20.
Kini, pertumbuhan ekonomi tidak lagi bergantung kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) seperti saat awal pandemi. Kinerja ekonomi di semester I/2022 telah kembali ke variabel utamanya yaitu dari sisi konsumsi, investasi, dan ekspor yang terpantau menunjukkan sinyal positif.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, pada kuartal II/2022, perekonomian Indonesia di seluruh lapangan usaha telah tumbuh positif, kecuali administrasi pemerintahan dan jasa pendidikan. Pengeluaran konsumsi dan ekspor menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi pada periode tersebut.
Kebijakan Pemerintah yang mengizinkan masyarakat untuk mudik pada Hari Raya Idulfitri di bulan Mei lalu mendorong konsumsi masyarakat dengan sangat kuat dan menghasilkan perputaran ekonomi di seluruh wilayah Indonesia.
Sumbangan pertumbuhan yang siginifikan juga berasal dari kinerja impresif ekspor Indonesia. Selain karena faktor peningkatan harga komoditas, menguatnya kapasitas output di berbagai sektor juga turut mendorong peningkatan ekspor Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi dari sisidemand tercermin juga dari pertumbuhan dari sisi sektoral. Industri Pengolahan sebagai driver terbesar pertumbuhan masih tumbuh 4,01% (yoy). Selain itu, sektor Transportasi dan Pergudangan serta Akomodasi & Makan Minum tumbuh masing-masing 21,27% dan 9,76%.
Di tengah ketidakpastian global, indikator sektor eksternal Indonesia juga menunjukkan perkembangan yang relatif baik dan terkendali. Hal itu tercermin dari transaksi berjalan yang masih surplus, neraca perdagangan yang surplus selama 26 bulan berturut-turut, cadangan devisa yang tetap tinggi per Juli 2022 untuk membiayai 6,2 bulan impor, serta rasio utang masih berada pada level yang aman.
Strategi Menghadapi Guncangan
Peningkatan risiko global berdampak pada penurunan daya beli konsumsi masyarakat serta meningkatkancost of funddan berpotensi menghambat tren pemulihan. Oleh sebab itu, APBN didorong sebagaishock absorberdalam menjaga momentum pemulihan ekonomi semakin menguat dan melindungi daya beli masyarakat kemudian kondisi fiskal perlu dijaga tetap sehat dan berkelanjutan.
Artinya, solusi untuk bertahan dari badai ekonomi global adalah dengan menjaga daya beli masyarakat. Hal ini karena ekonomi Indonesia lebih banyak ditopang oleh konsumsi rumah tangga dalam negeri.
Data BPS mencatat bahwa pada kuartal II/2022, konsumsi rumah tangga merupakan penyumbang terbesar terhadap total pertumbuhan ekonomi yakni 51,47%. Tingginya konsumsi rumah tangga ini utamanya didukung oleh meningkatnya daya beli kelompok masyarakat bawah, di mana kelompok bawah, terbantu oleh bantuan sosial yang dialokasikan pemerintah.
Subsidi langsung dan tepat sasaran adalah salah satu bentuk belanja pemerintah yang memiliki dampak pengganda besar untuk ekonomi karena memiliki kecendungan mengkonsumsi atau marginal propensity to consume yang cukup besar. Hal itu tak lain karena masyarakat menengah ke bawah mampu memiliki dana lebih untuk dapat langsung dibelanjakan.
Melalui pemberian berbagai bantalan sosial ini diharapkan dapat melindungi daya beli masyarakat dari tekanan kenaikan harga global dan juga mengurangi angka kemiskinan di Indonesia.
Secara umum, seluruh realisasi atas berbagai program pemerintah yang telah direncanakan perlu segera dilaksanakan. Pasalnya, data menunjukkan bahwa realisasi belanja pemerintah pusat dan daerah masih belum optimal di mana hingga kuartal III/2022, yakni masih di bawah 60%.
Belanja pemerintah pusat hingga akhir Agustus 2022 tercatat Rp1.178,1 triliun atau 51,1% dari pagu Rp2.301,6 triliun. Artinya, masih ada Rp1.123,5 triliun yang belum dibelanjakan pemerintah pusat.
Sementara realisasi belanja pemerintah daerah tercatat mencapai Rp534,8 triliun atau baru 44,9% dari pagu Rp1.190,5. Maka, belanja pemerintah daerah masih tersisa Rp655,6 triliun yang perlu dioptimalkan hingga akhir tahun. Oleh sebab itu, belanja keduanya perlu digenjot agar komponen belanja pemerintah dapat menjadi penopang pertumbuhan ekonomi di tengah guncangan ekonomi global tahun ini.
Di sisi lain, dalam rangka upaya pengendalian inflasi oleh pemerintah untuk tetap menjaga daya beli masyarakat, maka pemerintah tidak bisa hanya menyelesaikannya dengan hanya mengandalkan variabel suku bunga, melainkan juga melakukan pengendalian dari sisi suplai.
Saat ini pemerintah terus berupaya mengendalikan harga dengan cara memperkuat koordinasi kebijakan antar kementerian/lembaga serta kerja sama antar daerah dalam rangka menjaga ketersediaan pasokan.
Selain itu, pemerintah mendorong perluasan lahan dalam rangka meningkatkan produksi pangan sepertifood estate. Kemudian. pemerintah mendorong penggunaan teknologi berbasis IT untuk meningkatkan produktivitas hasil pertanian, mendorong distribusi pasokan komoditas, serta kerja sama antar daerah yang kelebihan pasokan dan kekurangan pasokan.
Upaya pengendalian dari sisi suplai diharapkan mampu menahan kenaikan suku bunga acuan oleh bank sentral. Terjaganya tingkat suku bunga acuan Bank Indonesia juga cukup efektif dalam mengendalikan inflasi seiring menjaga iklim usaha agar tetap kondusif.
Hal itu karena jika kondisi makro ekonomi yang melambat serta terjadi kenaikan inflasi dan suku bunga secara agresif, maka dapat mempersulit dunia usaha, terutama Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dalam memperoleh pendanaan. Padahal, UMKM dipercaya sebagai salah satu penggerak ekonomi nasional untuk mampu bertahan dan tumbuh di tengah ancaman resesi dunia.
Transformasi Ekonomi Dana
Moneter Internasional (IMF) menyebutkan, Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki titik terang di antara kegelapan. Pasalnya, permintaan domestik Indonesia sangat tinggi yang datang dari 250 juta lebih penduduk. Apabila Indonesia mampu memberdayakan permintaan domestik ini dengan menggunakan produk-produk dalam negeri, maka akan terciptamultiplier effectterhadap sektor-sektor lain. Tingginya demand daya beli masyarakat domestik yang saat ini mencapai 40% dapat menjadi kekuatan bagi Indonesia untuk mampu bertahan menghadapi resesi dunia.
Transformasi ekonomi pada kondisi saat ini kian penting untuk dapat mendorong kebangkitan UMKM. Bantuan pemerintah melalui dorongan bertransformasi ke digital bisnis, melalui pendampingan pada perbaikan bisnis proses, literasi hukum, literasi digital finansial.
Dukungan pemerintah ini sangat penting, mengingat kondisi UMKM di Indonesia yang sangat beragam baik dari potensi maupun kualitas produk dan SDM-nya. Jika transformasi dapat berjalan dengan baik, maka penguatan ekonomi domestic diyakini mampu menjadi pertahanan yang kuat, ditengah turbulensi ekonomi dunia.
Artikel ini telah diterbitkan di halaman SINDOnews.com pada Senin, 31 Oktober 2022 – 11:39 WIB oleh Candra Fajri Ananda