
Malang, 6 November 2025 – Aula Gedung F Lt. 7, FEB UB. Ngobrol kreatif, ilmu yang nempel. Kuliah Bakti Alumni kali ini menghadirkan Anggoro Saronto—alumni Prodi Ekonomi Pembangunan FEB UB yang kini berkarier sebagai script writer. Peserta yang hadir meliputi mahasiswa sarjana, magister dan doktoral. Pada perkuliahan ini Staf Ahli Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan, Alumni, dan Kewirausahaan Mahasiswa, Bapak Erie Awalil Fakhri, S.E., M.B.A. bertindak sebagai moderator.

Acara dibuka oleh sambutan Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan, Alumni, dan Kewirausahaan Mahasiswa, Dr. Nurul Badriyah, S.E., M.E. Beliau menegaskan kebanggaan atas kiprah alumni di industri kreatif yang tengah bertumbuh pesat. “Dengan film, kita bisa belajar banyak dan berbicara banyak. Industri film memacu produktivitas—termasuk produktivitas ekonomi. Dalam hidup, jangan buru-buru bilang ‘cut’; nikmati dialognya, siapa tahu ada turning point,” ujarnya.

Dalam sesi berbagi, Bapak Anggoro menuturkan perjalanan kreatifnya—semasa kuliah beliau ikut Teater Ego (yang ia dirikan bersama Dr. Nanang Suryadi) dan aktif di LPM Indikator sebagai kanal menyalurkan passion menulis. Karier profesionalnya dimulai sebagai asisten penulis di sebuah rumah produksi, sebelum akhirnya terjun penuh menulis skenario.



Masuk ke dapur kreatif, Anggoro menekankan bahwa menulis skenario tak melulu duduk di depan laptop. Riset adalah fase krusial: mulai dari observasi lokasi yang akan jadi tempat syuting, wawancara sumber, hingga eksplorasi referensi di perpustakaan. Kegiatan ini membantu penulis membaca realitas, menangkap detail, dan membentuk worldbuilding yang meyakinkan di layar.
Soal lanskap industri, Anggoro memotret tren film Indonesia yang belakangan ramai adaptasi—baik dari konten media sosial maupun karya lain—dengan horor sebagai genre terpopuler. Menurutnya, pola ini mengikuti preferensi penonton dan dinamika platform distribusi; PR penulis ialah meracik cerita yang autentik sambil tetap peka pada pasar.


Antusiasme audiens terasa pada sesi tanya jawab; topik yang mengulik industri kreatif ini dinilai sangat menarik dan relatif baru bagi banyak mahasiswa, sehingga pertanyaan pun bermunculan dari berbagai sudut pandang—mulai dari riset karakter, pitching ke produser, hingga cara menerjemahkan ide personal menjadi naskah yang siap produksi. Menutup kuliah, Anggoro berpesan agar berani mengejar passion. “Kalau kita bekerja sesuai passion, prosesnya lebih mudah dinikmati,” tutupnya.









