Ekonomi Lokal Benteng Hadapi Resesi

Candra Fajri Ananda

Staf Khusus Menteri Keuangan RI

Memasuki 2023, ancaman pelemahan ekonomi masih membayangi dunia. Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksikan tahun ini akan menjadi warsa yang tak mudah bagi perekonomian global karena mesin utama pertumbuhan seperti Amerika Serikat (AS), Eropa, dan China masih mengalami pelemahan.

Sebagai penghasil sejumlah komoditas utama di dunia, invasi Rusia dan Ukraina berdampak signifikan terhadap perekonomian global. Perang telah menyebabkan terhambatnya pasokan energi ke Eropa serta terganggunyasupply chainbeberapa komoditas ke sejumlah negara di dunia.

Kondisi tersebut telah mempengaruhi kinerja industri dan rumah tangga karena inflasi yang merangkak naik dan mendorong kenaikan harga bahan makanan dan komoditas, termasuk bahan bakar minyak (BBM).

Berbagai dinamika global yang terjadi patut menjadi pengingat agar Indonesia tetap waspada menjaga ekonomi domestik dan optimistis menghadapi tantangan ekonomi dunia. Kewaspadaan ini didasarkan pada proyeksi Asian Development Bank (ADB) yang memangkas pertumbuhan ekonomi Indonesia 2023 menjadi 4,8% secara tahunan (year on year/yoy), menurun dibandingkan perkiraan sebelumnya 5%.

Bank Dunia juga memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,8% pada 2023. Padahal sebelumnya ekonomi Indonesia diproyeksi akan tumbuh 5,1% pada 2023.Selain itu, Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dalam menyatakan ekonomi Indonesia hanya tumbuh 4,7% pada 2023, turun dari proyeksi awal yang sebesar 4,8%. Karena melemahnya permintaan domestik dan pertumbuhan konsumsi di sektor swasta yang tertahan karena inflasi yang masih tinggi.

Selain bayangan inflasi, perekonomian Indonesia masih dibayangi persoalan global seperti energi, pupuk dan pangan. Dinamika politik menjelang Pemilihan Presiden dan legislatif pada 2024 juga sudah mulai terasa.

Para pelaku usaha saat ini berhati-hati melakukan ekspansi bisnis akibat indikator pasar domestik yang mengindikasikan potensi kontraksi dalam jangka pendek-menengah. Penyebabnya tak laina karena inflasi yang masih belum mereda.

Kenaikan beban biaya produksi, menjadi penghambat dalam keputusan ekspansi usaha dan menekan para pengusaha pada level ‘borderline’. Kewaspadaan ini sangat penting bagi semua kalangan termasuk pemerintah dalam mengelola APBN.

Sejumlah lembaga internasional juga menyarankan perlunya Indonesia mengelola tantangan eksternal dengan baik guna mempertahankan pertumbuhan yang kuat.

Hilirisasi dan Penguatan Pasar Domestik

Belajar dari peristiwa ekonomi akibat pandemi, Indonesia dianggap sukses melewati badai melalui program pemulihan ekonomi, yang dimulai dengan fokus pada pembangunan di berbagai sektor yang langsung berdampak pada masyarakat. Pada tahun tersebut, dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi terjadi pada Lapangan Usaha Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial sebesar 10,46%. Sementara dari sisi pengeluaran, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Komponen Ekspor Barang dan Jasa sebesar 24,04%.

Program hilirisasi dan penguatan pasar domestik bisa menjadi kunci bagi Indonesia dalam menghadapi tantangan pelemahan ekonomi global. Program hilirisasi industri dimaksudkan untuk mendapatkan nilai tambah produk, memperkuat struktur industri, menyediakan lapangan kerja, dan memberi peluang usaha di Indonesia.

Indonesia merupakan negara dengan kekayaan alam melimpah yang diberkahi dengan berbagai mineral dan potensi energi terbarukan. Indonesia mutlak harus melakukan hilirisasi agar mampu menghasilkan nilai tambah dan memacu pertumbuhan ekonomi. Hal ini perlu dilakukan selain untuk menerjang potensi badai ekonomi juga demi mewujudkan tujuan besar Indonesia sebagai negara dengan ekonomi terbesar di dunia pada tahun 2045 dan mencapai net zero emission di 2060.

Tekait hal ini, pemerintah dan pelaku usaha seharusnya dapat berkolaborasi untuk menciptakan nilai tambah sumber daya alam sehingga dapat meningkatkan nilai jual dan daya saing komoditas ekspor unggulan dalam negeri.

Pada sisi penguatan pasar, hingga saat ini permintaan domestik Indonesia masih kuat, di mana berkontribusi sebesar 55% pada PDB Indonesia. Oleh karenanya, selama daya beli konsumsi masyarakat mampu dijaga dengan baik, maka roda ekonomi Indonesia dapat terus berputar.

Selain itu, sebagai salah satu bagian dari penguatan ekonomi domestik, maka kini peran pemerintah daerah pun kian dibutuhkan melalui Pembangunan Ekonomi Lokal (PEL), yakni pemerintah daerah (lokal) dan organisasi masyarakat terlibat untuk mendorong, merangsang, dan memelihara aktivitas usaha untuk menciptakan lapangan pekerjaan berkualitas.

PEL memerlukan kerja sama antara pemerintahan daerah dan kelompok berbasis masyarakat, serta dunia usaha untuk menciptakan lapangan pekerjaan dan merangsang (pertumbuhan) ekonomi pada suatu wilayah tertentu. Peran pemerintah daerah melalui pengembangan ekonomi lokal secara langsung dapat memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan perekonomian nasional dan mengatasi pengangguran di Indonesia.

Perbaikan Infrastruktur dan SDM

Upaya pemerintah mendorong pembangunan ekonomi daerah dalam menghadapi tantangan pelemahan ekonomi global bukan tanpa halangan. Pasalnya hingga kini, luasnya bentang wilayah Indonesia masih menyisakan persoalan konektivitas antar wilayah yang belum tuntas terselesaikan.

Sampai saat ini pembangunan infrastruktur masih menjadi persoalan penting yang perlu segera dirampungkan, mengingat kondisi geografis Indonesia yang sangat luas dan kepulauan sangat memerlukan dukungan infrastruktur yang terintegrasi dan memadai.

Melalui percepatan pembangunan infrastruktur secara lebih merata di seluruh Tanah Air, akan menurunkan biaya logistik, memperkecil ketimpangan, meningkatkan kualitas hidup masyarakat, serta memupus kesenjangan ekonomi antar wilayah di Indonesia.

Jika infrastruktur telah terbangun dengan baik, masih memerlukan dukungan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) untuk bisa mengisi hasil pembangunan infrastruktur tersebut. Pentingnya peningkatan kualitas sumber daya manusia di Indonesia sudah tidak bisa diabaikan, untuk peningkatan produktivitas dan memenangkan persaingan di tengah berbagai perubahan yang berlangsung cepat.

Saat ini, data menunjukkan bahwa tingkat pendidikan angkatan kerja Indonesia sebesar 52% masih berada di bawah sekolah dasar (SD), sementara di tiga negara anggota ASEAN, Thailand (51,7%), Malaysia (19,03%), dan Singapura (21,02%). Artinya, pembangunan SDM menjadi tantangan tersendiri bagi bangsa Indonesia, untuk mengejar target Indonesia Emas 2045, di mana saat itu negara kita sudah mencapai 100 tahun Kemerdekaan. Masih ada 22 tahun untuk terus melakukan perubahan pada cara pandang, cara bernegara, menuju Indonesia yang kita banggakan. Semoga.

Artikel ini telah diterbitkan di halaman SINDOnews.com pada Senin, 09 Januari 2023 – 10:30 WIB oleh Candra Fajri Ananda

Scroll to Top
Skip to content