FEB UB White Teks (1)

Recent Posts

Categories

Optimisme Dorong Optimalisasi Belanja

Dampak pandemi corona (Covid-19) terasa sangat signifikan hingga mampu memorakporandakan perekonomian global. Sebagian negara, termasuk negara-negara utama dunia, telah terlebih dahulu masuk dalam jurang resesi. Kini Indonesia pun telah resmi masuk dalam deretan negara di dunia yang juga mengalami resesi.

Badan Pusat Statistik (BPS) telah resmi melaporkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2020 terkontraksi minus 3,49% secara year on year (yoy). Hal tersebut menandakan bahwa Indonesia telah resmi mengalami resesi pada tahun ini setelah dua kuartal beruntun ekonominya tumbuh minus. Meski demikian kontraksi di kuartal III-2020 lebih baik bila dibandingkan dengan posisi pada kuartal II-2020 yang tercatat minus 5,32% (yoy).

BPS menyebutkan bahwa terdapat beberapa faktor penyebab terjadinya kontraksi pertumbuhan ekonomi di kuartal III-2020. Secara umum faktor PDB pada kuartal III memang tidak berubah, yaitu 64,13% PDB berasal dari 5 sektor (industri, pertanian, perdagangan, konstruksi, dan pertambangan).

Data BPS juga menunjukkan bahwa pada kuartal III setidaknya terdapat 7 sektor yang tumbuh positif, di antaranya pertanian, infokom, administrasi, pemerintahan, jasa pendidikan, real estate, jasa kesehatan, dan pengadaan air. Di sisi lain masih terdapat pula 10 sektor yang mengalami kontraksi meski tidak sedalam kontraksi yang terjadi pada kuartal sebelumnya. Salah satunya sektor industri yang pada kuartal II tumbuh minus 6,19%.

Namun pada kuartal III industri mampu tumbuh minus 4,31%. Selain itu sektor lain yang mengalami kontraksi adalah akomodasi makan dan minum. Meski demikian kontraksinya hanya separuh dari kuartal II yang lalu, yaitu pada kuartal II kemarin akomodasi makan dan minum mengalami kontraksi 22%, tetapi pada kuartal III kontraksinya jauh lebih landai, sebesar 11,85%.

Tak dapat dimungkiri bahwa Covid-19 telah membuat ekonomi Indonesia terpukul dari dua sisi sekaligus, yaitu penawaran (supply) dan permintaan (demand). Oleh sebab itu perbaikan ekonomi dari dua sisi (supply dan demand) sangat diperlukan untuk melepaskan perekonomian nasional dari jerat resesi.

Di tengah masih banyaknya sektor yang mengalami kontraksi akibat pandemi, nyatanya pada kuartal III ini sektor pertanian masih dapat tumbuh positif sebesar 2,15% (yoy). Sektor pertanian merupakan penopang ekonomi yang sangat penting di masa yang genting seperti sekarang.

Tumbuhnya sektor pertanian di tengah masa pandemi dapat menjadi kabar baik bagi Indonesia mengingat Food and Agriculture Organization (FAO) menyatakan di sebagian besar negara di dunia, Covid-19 menyebabkan akses makanan berkurang karena pendapatan turun, pengiriman uang berkurang, dan harga bahan makanan meningkat. Bahkan PBB memperkirakan pada 2020 terdapat tambahan 83 juta orang atau bahkan hingga 132 juta orang mengalami kelaparan di seluruh dunia yang dipicu resesi ekonomi akibat Covid-19.

Pada masa pandemi dan resesi ini, pemerintah perlu terus menstimulus dan mendorong sektor pertanian untuk menghindari terjadinya darurat pangan selama pandemi. Sejatinya menjaga ketahanan pangan bagi Indonesia bukan merupakan hal yang sulit mengingat Indonesia memiliki kekuatan besar di sektor pertanian. Data menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara pertanian terbesar kelima di dunia dengan sektor pertanian menyumbang sekitar 14% PDB atau sekitar 128 dolar AS pada 2018

Selain itu, dari sisi supply, pemerintah juga perlu mendorong para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) untuk dapat bangkit dari keterpurukan. Survei BPS pada Juli 2020 terkait Covid-19 menemukan bahwa 84% usaha berskala kecil (UMK) dan 82% usaha menengah besar (UMB) mengalami penurunan pendapatan. Harapan penyelamatan ekonomi nasional salah satunya ada pada UMKM.

Keterpurukan UMKM di tengah masa sulit sangat disayangkan bila melihat jumlah UMKM di Indonesia saat ini adalah 64 jutaan. Jumlah tersebut mencapai 99,9% dari keseluruhan usaha yang beroperasi di Indonesia. UMKM juga memberikan kontribusi 97% penyerapan tenaga kerja sehingga secara total, kontribusi UMKM pada perekonomian nasional adalah sebesar 60%.

Selanjutnya dari sisi demand, konsumsi rumah tangga masih mengalami kontraksi pada kuartal ketiga, yaitu di level 4,04% (year on year/yoy). Pertumbuhan negatif ini bahkan menjadi sumber kontraksi terdalam ekonomi pada kuartal ketiga.

Peranan konsumsi rumah tangga dalam struktur perekonomian Indonesia sangat besar, yaitu sekitar 57%. Oleh sebab itu, ketika komponen ini mengalami kontraksi, dampaknya pun akan signifikan ke pertumbuhan ekonomi. Meski masih mengalami kontraksi, penyusutan pada konsumsi rumah tangga mulai membaik bila dibandingkan dengan realisasi pada kuartal kedua 2020 yang mencapai minus 5,52% (yoy).

(Masih) Optimalisasi Belanja

Berada di masa resesi, peran pemerintah untuk hadir di tengah masyarakat dalam bentuk informasi, kebijakan, dan program bantuan yang direalisasi secara cepat dan tepat masih sangat diperlukan. Berbagai bantuan pemerintah melalui Program Ekonomi Nasional (PEN) masih perlu terus dioptimalkan penyerapannya untuk dapat mendorong perbaikan ekonomi di kuartal IV 2020.

Hingga saat ini data menunjukkan bahwa dari total pagu Rp695,2 triliun, PEN telah terealisasi sebesar Rp366,27 triliun atau sebesar 52,7% dari pagu. Adapun realisasi terbesar PEN terdapat pada dukungan terhadap UMKM, yakni sebesar Rp92,73 triliun (80,8%) serta realisasi bantuan perlindungan sosial, yakni sebesar Rp176,27 triliun (75,2%).

Meskipun realisasi bantuan perlindungan sosial telah 75% dilaksanakan, daya beli masyarakat belum menunjukkan tanda peningkatan yang signifikan. Artinya dukungan pemerintah terhadap peningkatan daya beli masyarakat masih perlu diupayakan. Pemerintah perlu mengevaluasi kembali kelompok masyarakat yang masuk dalam penerima bantuan sosial. Pemerintah dapat memperluas penerima bantuan sosial.

Selain itu pemerintah perlu meningkatkan rasa aman dan nyaman bagi masyarakat kelas menengah dan atas untuk meningkatkan konsumsinya. Data menunjukkan bahwa masyarakat kelas menengah dan atas masih menahan diri untuk belanja. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dana pihak ketiga (DPK) perbankan per Agustus 2020 naik 11,64% (yoy). Capaian ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan bulan sebelumnya, yakni 8,53%. Menurut data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), pertumbuhan tertinggi DPK terjadi pada kelompok dana di atas Rp5 miliar, yakni 15,2% yoy. Kemudian kelompok Rp500 juta hingga Rp1 miliar, 10,1% (yoy).

Selanjutnya, selain terus mendorong pertumbuhan UMKM melalui berbagai bantuan yang ada, pemerintah juga perlu terus mendukung UMKM dengan meningkatkan kepercayaan masyarakat dalam mengonsumsi produk dalam negeri. Masyarakat dengan penghasilan tetap dan mungkin memiliki uang lebih sangat diharapkan kontribusinya untuk membeli produk UMKM sehingga roda ekonomi berputar. Tak dapat dimungkiri bahwa selama pandemi terjadi, imbas dari rendahnya konsumsi rumah tangga adalah merosotnya pendapatan UMKM.

Indonesia telah resmi memasuki resesi. Meski demikian Indonesia sudah melampaui titik terendah dan mulai beranjak maju. Indonesia patut berbesar hati mengingat pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2020 lebih baik daripada di kuartal II-2020.

Hal itu menunjukkan bahwa secara bertahap Indonesia telah bergerak menuju pemulihan ekonomi. Pada masa pandemi ini pertumbuhan ekonomi Indonesia juga lebih baik daripada beberapa negara lain seperti Singapura (-7,0%) dan Meksiko (-8,58%). Oleh sebab itu kerja sama antara pemerintah, pegiat usaha, dan masyarakat sangat diperlukan untuk mendorong Indonesia segera bisa keluar dari resesi yang berkepanjangan. Semoga.

Prof. Chandra Fajri Ananda Ph.D
Staf Khusus Menteri Keuangan RI

Scroll to Top