Pertumbuhan Turun karena Hasil Pajak dan Ekspor Rendah

Pembiayaan Syariah dan Percepatan Infrastruktur 2
10 June 2016
KM FEB DAY 1 (16th) 2016
14 June 2016

Pemangkasan target pertumbuhan ekonomi tahun 2016 dinilai bukan semata imbas dari faktor eksternal berupa pelemahan ekonomi global. Akan tetapi, dari sisi internal pun Indonesia sebenarnya menghadapi krisis pendapatan negara dan penurunan ekspor beserta beban utang negara yang mengunung mencapai hampir 4.000 triliun rupiah.

Maka, eksekusi hak tagih utang Bantuan Likuiditas Bank Indonesi (BLBI), dan moratorium obligasi rekapitalisasi perbankan eks BLBI adalah sumber terakhir untuk menutupi jebolnya APBN.

Ekonom Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Ahmad Ma’ruf, mengatakan pemangkasan target pertumbuhan hanyalah kamuflase dari kekhawatiran pemerintah atas menurunnya sejumlah pos pendapatan negara.

“Pemerintah seharusnya mengakui sedang menghadapi krisis pendapatan negara, terutama dari pendapatan pajak dan devisa hasil ekspor. Diperparah lagi pemerintah dibebani utang yang mengunung akibat obligasi rekap BLBI. Uang bunga-berbunga menumpuk mencapai 3.000 triliun rupiah sejak 1998,” ungkap dia saat dihubungi, Kamis (9/6).

Ma’ruf menambahkan apabila pemerintah tidak segera melakukan manuver kebijakan maka anggaran negara akan jebol, seperti yang dialami sejumlah negara penghasil minyak. “Bahkan, Nigeria dan Saudi Arabia yang semula sebagai negara kaya karena cadangan minyak yang melimpah, kini sedang mengalami krisis akibat harga minyak yang terus turun. Nigeria sudah sudah mengemis minta utang ke lembaga internasional,” kata dia.

Menurut Ma’ruf, saat ini pemerintah harus mengambil kebijakan yang tidak populer, yakni mengurangi kewajiban utang agar beban anggaran tidak semakin berat. Harus disadari utang yang ada sekarang merupakan warisan masa lalu. Untuk itu, pemerintah mesti melakukan moratorium pembayaran bunga dan pokok obligasi rekap dan melaksanakan hak tagih utang BLBI. “Tanpa moratorium obligasi rekap dan hak tagih BLBI maka anggaran akan jebol.”

Dikabarkan, penurunan target pertumbuhan ekonomi 2016 dari 5,3 persen menjadi 5,1 persen tidak memangkas target penerimaan perpajakan. Dalam RAPBNP 2016, Badan Anggaran (Banggar) DPR memutuskan target penerimaan pajak 1.527,1 triliun rupiah.

Target itu sama seperti usulan pemerintah sebelumnya dengan asumsi pertumbuhan ekonomi 5,3 persen. Namun dibandingkan dengan APBN 2016, target penerimaan pajak tersebut turun 19,5 triliun rupiah.

Proyeksi penerimaan itu diharapkan bisa menutup defisit RAPBN-P 2016 yang membengkak. Dalam RAPBN-P 2016, pemerintah mengusulkan defisit sebesar 2,48 persen dari produk domestik bruto (PDB). Angka tersebut jauh lebih lebar dibanding defisit APBN 2016 yang sebesar 2,15 persen dari PDB.

Target penerimaan yang tinggi dan defisit yang lebar membuat pemerintah berfikir keras mencari tambahan pemasukan. Selain akan menerapkan cukai baru untuk plastik kemasan, pemerintah juga menunggu realisasi kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty.

Tahun Terberat

Sedangkan pengamat ekonomi dari Universitas Brawijaya Malang, Candra Fajri Ananda, mengatakan penurunan target pertumbuhan ekonomi 2016 menjadi 5,1 persen karena tahun ini merupakan tahun terberat pemerintahan Jokowi terutama menghadapi turbulensi ekonomi dunia.

“Kalau pemerintah menurunkan target ekonomi ada beberapa alasan. Pertama, target penerimaan negara yang bisa dipastikan meleset termasuk pesimisme akan kesuksesan tax amnesty sebagai senjata pamungkas untuk mendongkrak penerimaan,” ujar dia.

Kedua, lanjut Candra, ekspor menunjukkan penurunan yang signifikan antara lain disebabkan oleh masih belum pulihnya perekonomian dunia sehingga permintaan global terhadap komoditas primer andalan ekspor Indonesia masih lemah.

Candra mengakui belanja pemerintah untuk infrastruktur cukup besar dan hasilnya baru dinikmati di tahun fiskal berikutnya sehingga bisa dipastikan tahun ini pemerintah lebih fokus menggenjot infrastruktur.

“Konsekuensinya pengangguran dan kemiskinan serta ketimpangan akan tinggi, meski pada tahun berikutnya dipastikan pertumbuhan ekonomi kita akan lebih baik. Sekarang ini yang perlu dilakukan pemerintah adalah menjaga tingkat inflasi sesuai target kurang dari 5 persen.

Di upload oleh : agus widyatama
Di upload oleh : agus widyatama
Pengelola Sistem Informasi dan Kehumasan (PSIK FEB UB)