Lebih dari satu tahun pandemi Covid 19 membayangi dunia, tak terkecuali Indonesia. Covid 19 seketika telah mengubah banyak hal . Bukan hanya kesehatan yang terancam, akan tetapi ekonomi juga turut terdampak. Hingga saat ini pandemi belum juga menepi. Berbagai adaptasi terus diupayakan demi tetap bertahan di tengah pandemi. Perlahan namun pasti, meski sempat terperosok dalam jurang resesi akibat pandemi, kini ekonomi Indonesia telah mulai menunjukkan adanya tanda-tanda pemulihan. Berbagai kegiatan ekonomi telah berangsur membaik, mobilitas pun mulai terbuka perlahan-lahan sehingga konsumsi dan investasi juga mulai pulih. Artinya ekonomi Indonesia kini telah siap bangkit dan berlari.
Berbagai indikator ekonomi telah menunjukkan perbaikan di bulan Maret, antara lain terlihat pada Indeks Penjualan Ritel (RSI), Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), dan PMI. Indikator RSI menunjukkan keberlanjutan pemulihan konsumsi masyarakat pada Maret dan diprediksi semakin menguat di April 2021. Peningkatan penjualan eceran terjadi pada seluruh kelompok terutama Subkelompok Mamin, Sandang, dan perlengkapan rumah tangga. Selain itu, data juga menunjukkan bahwa Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Maret 2021 terus menguat, terealisasi sebesar 93,4, dan merupakan yang tertinggi sejak Desember 2020. Seiring dengan hal tersebut, kinerja PMI yang telah berada pada zona ekspansi terus menunjukkan tren penguatan hingga tercatat pada angka 53,2 di bulan Maret 2021, meningkat dari level 50,9 pada Februari 2021. Realisasi tersebut menunjukkan bahwa terjadi ekspansi selama lima bulan berturut-turut dan merupakan yang tertinggi sejak April 2011.
PEN dan Vaksinasi (Masih) Kunci Utama
Momentum penguatan kinerja ekonomi domestik di masa pandemi kini masih ditopang oleh berlanjutnya kebijakan fiskal countercyclical dalam APBN 2021. Tak henti-hentinya APBN terus bekerja keras sebagai instrumen kebijakan mendukung pemulihan ekonomi. Tingkat penyerapan belanja negara di Triwulan I tumbuh sebesar 15,6% (YoY), termasuk realisasi Program PEN yang mencapai Rp134,1 triliun, atau 19,2% pagu (hingga 16 April 2021), yang mencakup belanja penanganan kesehatan, perlindungan sosial, dan dukungan bagi UMKM dan korporasi.
Konsumsi rumah tangga sebagai penyumbang utama pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan porsi mencapai 56,9% dari Produk Domestik Bruto (PDB) telah menunjukkan arah perbaikan meskipun masih tercatat kontraksi minus 2,23%. Akan tetapi kontraksi ini menunjukan arah yang membaik jika dibandingkan dengan kontraksi di kuartal II, kuartal III, dan kuartal IV – 2020. Sementara itu, konsumsi masyarakat kelas menengah atas menunjukkan peningkatan ditunjukkan oleh pertumbuhan positif konsumsi perumahan dan perlengkapanrumah tangga, perbaikan konsumsi pakaian serta konsumsi transportasi. Kebijakan relaksasi PPnBM kendaraan secara nyata menstimulasi peningkatan konsumsi transportasi dan komunikasi menjadi minus 4,24% (YoY) dari minus 9,45% di triwulan IV 2020, yang terkonfirmasi dari peningkatan penjualan kendaraan di bulan Maret 2021. Kehadiran pemerintah melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) diyakini efektif untuk mendorong daya beli masyarakat sehingga mampu memberikan confidence yang lebih tinggi bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
Arah pemulihan ekonomi domestik terlihat sejalan dengan menurunnya kasus Covid-19 yang didukung oleh perkembangan program vaksinasi. Progres vaksinasi saat ini telah berjalan cukup baik dan kini telah mencapai angka 250.000 – 350.000 penyuntikan per hari. Keberhasilan vaksinasi diiringi dengan disiplin dalam penerapan protokol kesehatan oleh seluruh masyarakat merupakan kunci untuk mengembalikan aktivitas dan produktivitas nasional sehingga pemulihan ekonomi dapat segera tercapai.
Pemanfaatan Momentum
Komoditas andalan Indonesia Crude Palm Oil (CPO) atau minyak sawit dan batubara belakangan mengalami kenaikan harga. Komoditas andalan ekspor tersebut dapat menyokong penerimaan negara dari sisi bea keluar. Pada batu bara, peningkatan harganya mencapai USD93/ton, di mana salah satunya didorong oleh peningkatan permintaan kebutuhan batu bara dari Jepang serta adanya sentimen terkait menurunnya suplai dibanding permintaan batu bara secara global.Program vaksinasi dan penerapan new normal di seluruh dunia telah mendorong pemulihan konsumsi dan permintaan energi di berbagai negara. Selain itu, permintaan komoditas batu bara juga berpeluang naik seiring pulihnya perekonomian Tiongkok yang merupakan pasar utama ekspor batu bara Indonesia. Tiongkok sebagai importir batu bara terbesar dunia saat ini merupakan pemegang peranan penting dalam pergerakan harga batu bara di 2021. Seiring dengan kenaikan harga batu bara, harga CPO juga masih menunjukan peningkatan (MYR4.186/ton pada 16 April 2021).Pertumbuhan ekonomi yang stabil dan kenaikan populasi di China merupakan faktor utama yang hingga kini menjaga harga CPO.Keberhasilan Negeri Panda dalam mengangkat ekonominya dari kejatuhan akibat Covid-19 dapat dimanfaatkan oleh Indonesia sebagai momentum untuk mendorong ekspor yang delanjutnya berimplikasi pada penguatan penerimaan negara.
Pada saat ini ekspor masih diperlukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi kembali positif. BPS mencatat bahwa neraca perdagangan Indonesia masih mengalami surplus sebesar US$5,5 miliar atau Rp80,3 triliun (Rp14.600 per US$) sepanjang kuartal I – 2021. Total nilai ekspor pada kuartal I – 2021 mencapai US$48,9 miliar, di mana ekspor terbesar didominasi oleh minyak dan lemak hewan nabati dan bahan bakar mineral. Ekspor tambang merupakan penyumbang ekspor terbesar kedua di negara ini, setelah produk industri. Oleh sebab itu, komoditas batu bara memiliki potensi mendorong ekonomi nasional tumbuh positif. Faktor utama yang menjadi momentum kini tak lain adalah permintaan dunia yang akan mulai meningkat setelah vaksin Covid 19 disuntikan.
Badai krisis akibat pandemi perlahan telah terlewati. Kini berbagai peluang untuk bangkit dari keterpurukan telah ada di depan mata. Bagi seluruh sektor ekonomi di Indonesia, terutama para pengusaha, kini saatnya perlu memanfaatkan momentum pemulihan harga melalui kegiatan operasional yang andal dan berjalan lancar serta sisi keuangan yang kuat. Momentum yang ada saat ini adalah waktu yag tepat untuk kembali agresif memanfaatkan pasar ekspor dan merestrukturisasi bisnis yang ada menjadi lebih baik pasca pandemi. Keberhasilan setiap sektor dalam menangkap momentum yang ada adalah amunisi besar yang mampu mendorong keberhasilan Indonesia untuk keluar dari jurang resesi. Semoga.
Prof Candra Fajri Ananda Ph.D
Staf Khusus Kementerian Keuangan RI