Malang, 24 September 2024 – 12th Global Waqf Conference menjadi salah satu acara penting dalam rangkaian DIES Natalis Universitas Brawijaya (UB) ke-62. Conference ini dilaksanakan 2 hari hingga tanggal 25 September 2024. Pada hari pertama, diselenggarakan di Aula Lantai 3 Gedung Utama Fakultas Ekonomi dan Bisnis UB, konferensi ini menjadi ajang diskusi global mengenai peran wakaf dalam mendukung pembangunan berkelanjutan, keadilan sosial, dan pembangunan ekonomi. Selain itu konferensi internasional ini dihadiri oleh 327 peserta dari berbagai penjuru dunia – Inggris, Mesir, Arab Saudi, Uganda, Jepang, Nigeria, Pakistan, Malaysia, dan negara tuan rumah kami Indonesia – yang bersatu dalam visi bersama: untuk mengeksplorasi solusi wakaf inovatif yang membuka jalan menuju masa depan yang ditandai dengan keadilan dan kesetaraan.
Acara ini dibuka dengan sambutan dari Datuk Dr. Mohd Ghazali MD Noor, Convenor Global Waqf Conference. Dalam sambutannya, ia menekankan pentingnya wakaf sebagai platform untuk masa depan umat manusia yang lebih adil dan sejahtera. “Kami mendukung tim wakaf GWC 2024 untuk menciptakan solusi jangka panjang yang berfokus pada kesejahteraan semua manusia. Keamanan hidup dan intelektualitas harus dijaga agar kita dapat berperan aktif dalam kemanusiaan,” ujarnya.
Prof. Widodo, S.Si., M.Si., Ph.D.Med.Sc, Rektor Universitas Brawijaya, turut memberikan sambutannya dengan menyoroti pentingnya wakaf dalam membangun hubungan sosial dan komunitas. “Konferensi ini sangat penting untuk mengeksplorasi bagaimana wakaf dapat mendorong keadilan sosial dan pembangunan ekonomi. Kami mengajak Anda semua untuk mengambil tindakan nyata dalam menanamkan wakaf di komunitas masing-masing,” kata Prof. Widodo.
Setelah sambutan pembukaan, acara dilanjutkan dengan presentasi dari sejumlah pembicara terkemuka. Pada hari pertama, dimulai paparan oleh Prof. Asfi Manzilati, Dosen dari Universitas Brawijaya menyampaikan materi tentang “Waqf, Institutional, and Sustainability”. Dalam paparannya, ia menekankan bahwa wakaf tidak hanya terbatas pada pembangunan fisik, melainkan juga perlu dikembangkan melalui bentuk-bentuk inovatif lainnya. Tantangan utama yang dihadapi adalah kurangnya regulasi yang jelas dan keterbatasan keterampilan pengelola wakaf (Nazhir) dalam mengelola aset secara produktif. “Kelembagaan harus menyelaraskan regulasi dan implementasi agar wakaf dapat berkontribusi lebih maksimal,” ujarnya.
Pembicara kedua, Hamid Rashid, Founder FINTERRA, membahas tren masa depan dalam pengembangan institusi wakaf melalui FinTech Islam dengan tajuk “Future Trends for Waqf Institution Development”. Menurutnya, wakaf harus dipandang sebagai manajemen aset, bukan sekadar amal. Ia menyoroti pentingnya modernisasi lembaga wakaf, terutama dalam hal transparansi transaksi dan pengembangan wakaf produktif. “Teknologi keuangan dapat membuka jalan bagi partisipasi yang lebih inklusif, memungkinkan wakaf untuk mendukung masyarakat secara lebih luas,” jelas Rashid.
Datuk Dr. Mohd Ghazali MD Noor kembali menyampaikan pandangannya mengenai “Waqf for Sustainable Development”. Ia menekankan pentingnya transformasi budaya dan spiritual dalam menyelesaikan masalah global seperti kelaparan dan bencana alam. “Wakaf melalui kemitraan publik-swasta dapat menjadi solusi untuk proyek infrastruktur besar yang membutuhkan investasi signifikan,” tambah Ghozali.
Sesi hari pertama diakhiri pemaparan oleh Ala Owaidah, Senior Waqf Management Specialist, tentang peran Islamic Development Bank (ISDB) dalam mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG’s) melalui wakaf.
Pada hari pertama GWC 2024 juga menampilkan High Level Discussion yang merupakan Diskusi tingkat tinggi antara pembuat kebijakan, profesional, LSM, dan akademisi menghasilkan rekomendasi untuk memaksimalkan peran wakaf dalam bantuan kemanusiaan. Rekomendasi utama meliputi: 1) pembentukan konsorsium global wakaf dan dana darurat untuk respons cepat; 2) pemanfaatan big data dan teknologi agar penyaluran wakaf lebih tepat; dan 3) penyederhanaan serta modernisasi hukum wakaf. Pentingnya kerja sama internasional dan kaitan wakaf dengan tujuan pembangunan berkelanjutan juga ditekankan untuk dampak jangka panjang.
Hari kedua 12th Global Waqf Conference – (25 September 2024) kembali diwarnai oleh diskusi mendalam terkait harmonisasi regulasi dan inovasi dalam pengelolaan aset wakaf, dengan menghadirkan pembicara-pembicara berpengalaman dari berbagai negara.
Pembicara pertama, H. Anas Nasikhin, M.Si, Sekretaris Badan Wakaf Indonesia (BWI), memaparkan pentingnya harmonisasi kerangka hukum dan kelembagaan wakaf di Indonesia. Dalam pemaparannya, Anas menyebutkan bahwa tantangan wakaf di Indonesia meliputi validasi data aset, peningkatan pengumpulan wakaf uang, sertifikasi tanah wakaf, hingga kapasitas Nazhir (pengelola wakaf). “Gerakan Indonesia Berwakaf yang dimulai sejak 2024 merupakan salah satu upaya untuk memajukan wakaf di Indonesia dengan visi roadmap nasional 2024-2029,” jelasnya.
Selanjutnya, Dwi Irianti Hadiningdyah, Direktur Keuangan Sosial Syariah, KNEKS, Indonesia, membahas peran lembaga keuangan Islam dalam mengelola aset wakaf. Ia menyoroti instrumen-instrumen wakaf inovatif yang telah diperkenalkan di Indonesia, seperti Cash Waqf Linked Sukuk dan Cash Waqf Linked Deposit, yang memungkinkan pendanaan proyek-proyek publik melalui instrumen non-profit. “Kolaborasi antara lembaga keuangan syariah dan publik sangat penting untuk memperluas cakupan dan inklusi ekonomi wakaf,” tambahnya.
Dr. Muhammad Al Shahir, CEO International Waqf Fund, berbagi pengalaman tentang praktik terbaik dalam pengelolaan wakaf di negara-negara Barat. Tantangan yang dihadapi termasuk rendahnya kesadaran donor dan kurangnya profesional terlatih di sektor wakaf. Ia juga menekankan pentingnya digitalisasi dan kerjasama strategis untuk memperkuat wakaf di negara-negara dengan komunitas Muslim minoritas. “Kesadaran dan transformasi digital adalah kunci masa depan wakaf,” ujarnya.
Dr. Mohammad Abdullah, Abu Dhabi Commercial Bank, Uni Emirat Arab yang berbicara secara daring dari UEA, menyoroti evolusi wakaf modern yang kini menjadi institusi multidimensi. Ia menggarisbawahi bahwa wakaf tidak hanya menjadi produk keuangan, tetapi juga instrumen amal yang berfokus pada tujuan maqasid (kepentingan umum). Menurutnya, pengembangan wakaf harus melibatkan konsultasi dengan para ahli dan kesadaran masyarakat.
Sesi terakhir diisi oleh Dr. Munazza Az Zahra, Profesor dari Women University of Azad Jammu and Kashmir BaghPakistan, yang menguraikan tentang integrasi prinsip wakaf dengan pembangunan berkelanjutan di negaranya. Ia menjelaskan bahwa wakaf di Pakistan telah berkontribusi pada proyek-proyek lingkungan, seperti inisiatif Green Waqf dan pengelolaan air berbasis wakaf. Namun, tantangan terbesar adalah transparansi pengelolaan aset wakaf dan integrasi teknologi seperti blockchain untuk meningkatkan efisiensi.
Sesi diskusi menghadirkan berbagai pertanyaan dari peserta, termasuk cara meningkatkan kesadaran generasi muda terhadap wakaf dan bagaimana lembaga wakaf dapat memperkuat hubungan dengan institusi pendidikan. Para pembicara menekankan pentingnya komunitas, seminar, serta kolaborasi antara Nazhir dan kampus untuk mendorong generasi muda menjadi lebih aktif dalam kegiatan wakaf.
Dengan berakhirnya hari kedua, konferensi ini berhasil menyoroti pentingnya inovasi dan kolaborasi dalam pengelolaan aset wakaf, serta tantangan regulasi dan kesadaran publik yang masih perlu dihadapi di masa mendatang [sha, 2024].