Candra Fajri Ananda
Staf Khusus Menteri Keuangan RI
Makan merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi. Kebutuhan dasar ini tak dapat diartikan hanya sebagai pemenuhan rasa lapar atau sekadar memenuhi rasa kenyang. Namun, seharusnya juga dipahami sebagai upaya investasi kesehatan.
Segala bentuk makanan yang dikonsumsi saat ini akan memberi konsekuensi terhadap kesehatan di masa yang akan datang. Artinya, makanan yang dikonsumsi harus dapat memberi nilai kebaikan bagi tubuh.
Bangsa Yahudi memiliki aturan terhadap makanan yang disebut dengan aturan Kosher, demikian pula dengan Islam yang sudah memiliki aturan makanan halal dan baik (thoyib).
Makanan yang halal telah ditentukan sesuai tuntunan syar’i dalam Islam, sedangkan makanan yang thoyib adalah makanan yang tidak membahayakan fisik serta akalnya. Daging kambing atau ayam halal hukumnya, namun belum tentu thoyib atau baik jika dikonsumsi oleh penderita kolesterol atau darah tinggi. Emping, kangkung adalah halal, namun tidak baik jika dikonsumsi oleh orang dengan asam urat. Gula, mangga, dan lain-lain adalah halal, tapi tidak baik dikonsumsi oleh penderita gula darah tinggi.
Begitu juga yang lainnya makanan yang halal, akan tidak baik jika dikonsumsi secara berlebihan. Jadi makanan yang halal belum tentu thoyib, setiap orang memiliki keadaan yang dapat berbeda dengan lainnya. Makanan halal dan thoyib tidak dapat dipisahkan, melainkan satu kesatuan yang harus diperhatikan dalam berkonsumsi.
Pada perkembangannya, dunia saat ini mulai melirik pasar halal yang tercermin dari antusiasme terhadap berbagai produk halal di beberapa negara dengan penduduk mayoritas non-muslim. Bukan hanya swalayan yang menjual produk-produk yang mempunyai sertifikat halal, namun beberapa restoran juga menyediakan halal food.
Setidaknya telah terdapat enam negara yang direkomendasikan untuk para wisatawan muslim yang ingin menikmati makanan halal di antaranya yaitu Tokyo – La Touque, Seoul – Murree Korean Muslim Food, Sydney – Alice’s, New York – The Halal Guys, London – Jimmy’s Restaurant, dan terakhir Paris – Le Petit Gourmet Restaurant. Selama ini, Indonesia merupakan pusat industri halal, namun sayangnya masih dalam posisi sebagai konsumen. Indonesia menjadi konsumen halal food peringkat pertama sebesar USD114 miliar. Di sisi lain, fakta menunjukkan bahwa justru negara non muslim yang menjadi penyuplai utama, bahkan untuk negara-negara Organization of Islamic Cooperation (OIC) dengan peringkat pertama eksportir produk halal adalah Brasil dengan USD16,2 miliar, diikuti India sebesar USD14,4 miliar
Peluang Ekonomi Halal Center
Potensi industri halal dunia sangat menjanjikan. Pasar produk halal sangat besar dan mampu menjadi peluang besar bagi produk-produk halalIndonesia terutama produk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Berdasarkan riset dari State of the Global Islamic Economy Report tahun 2019, potensi bisnis industri halal sebesar USD2,2 triliun, terdiri atashalal food, fashion, media, tourism, pharmacy, cosmetics, dan umrah.
Di Indonesia, merujuk data dari State of the Global Islamic Report pada 2018, Indonesia menempati urutan pertama negara dengan pengeluaran untuk makanan halal terbanyak senilai USD170 miliar. Angka fantastis ini memperkuat potensi pasar kuliner halal di Tanah Air sebagai gaya hidup yang diterima masyarakat secara luas. Data tersebut menunjukkan besarnya potensi pasar halal di Indonesia.
Angka-angka itu membuktikan bahwa masyarakat Indonesia tak hanya menjadi pasar makanan halal, tapi juga sebagai produsen. Namun, peluang sebagai produsen belum dimanfaatkan secara maksimal. Oleh sebab itu, Indonesia harus dapat menangkap momentum ini untuk meningkatkan pasar industri halal nasional dan ekspor dengan produk-produk nasional Indonesia.
Pemerintah saat ini terus berupaya mewujudkan Indonesia sebagai produsen produk halal terbesar di dunia. Salah satu upaya yang terus dilakukan adalah membuka pasar ekspor ke berbagai negara, khususnya negara-negara berpenduduk mayoritas muslim dan anggota Organisasi Kerjasama Islam (OKI).
Dalam rangka mendukung hal ini, Indonesia diharapkan memiliki satu sertifikat halal yang diterima secara internasional. Kemudahan memperoleh sertifikasi halal bagi para pelaku usaha khususnya Usaha Mikro dan Kecil (UMK) patut diupayakan untuk mendukung ketersediaan produk halal yang berdaya saing. Peningkatan daya saing dan penambahan nilai produk produk UMK diharapkan dapat menjadi penguat ekonomi Indonesia, baik dalam skala nasional maupun internasional.
Pada sisi pembiayaan, perbankan syariah memiliki peran besar untuk mendorong perkembangan bisnis industri halal di Indonesia. Perbankan syariah merupakan salah satu pilar penting dalam pembangunan ekosistem industri Halal di Indonesia. Data menunjukkan bahwa potensi industri halal Indonesia yang dapat dibiayai oleh bank syariah sekitar Rp420 triliun hingga Rp714 triliun.
Meski demikian, sayangnya dalam realisasinya masih di bawah potensi minimum. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan tahun 2020, mayoritas pembiayaanbank syariahhingga saat ini masih didominasi oleh akadmurabahahdibandingkan dengan akadmudharabahdanmusyarakah.
Hasil tersebut diperkuat dengan snapshot perbankan syariah Indonesia tahun 2020 yang menunjukkan bahwa pembiayaan konsumsi 45,01%, modal kerja 31,14%, dan investasi 23,85%. Sementara itu, data juga menunjukkan bahwa penggunaan terbesar pembiayaanbank syariahmasih banyak digunakan untuk kebutuhan konsumsi rumah tangga (43,01%) dibandingkan untuk modal kerja maupun investasi. Oleh sebab itu, Perbankan Syariah di Indonesia perlu meningkatkan peran pembiayaan, terutama untuk mengembangkan industri halal, sehingga kesempatan kerja serta pertumbuhan ekonomi tumbuh lebih tinggi.
Sinergi Pusat-Daerah
Bisnis industri halal di masa mendatang masih memiliki beberapa tantangan yang tak mudah, mengingat industri produk halal tak hanya diminati oleh negara dengan mayoritas penduduk muslim saja, namun juga berbagai negara non-muslim. Perusahaan-perusahaan dari China, Thailand, Filipina, Inggris, dan Luksemburg juga tak luput berebut memproduksi barang-barang halal.
Di tengah ketatnya persaingan industri halal dalam menembus pasar global, kolaborasi pusat dan daerah seharusnya menjadi solusi penting untuk mempercepat realisasi menjadikan Indonesia sebagaipusat produsen halalterkemuka di dunia pada 2024 mendatang. Ekosistem halal yang kuat dan terstandar dari pusat hingga daerah, semakin memperkuat perkembangan Industri halal.
Oleh karenanya, pengembangan dan perluasan usaha syariah di berbagai daerah di Indonesia, baik bidang keuangan, industri pengolahan, maupun jasa pendukung lainnya. Apalagi daerah mayoritas muslim di wilayah Jawa maupun Sumatera, perlu segera dioptimalkan dan bisa menjadi daerah percontohan wilayah halal (best practices), sekaligus dikemas dengan kearifan lokal di masing-masing daerah.
Melalui kerja sama sinergis pusat dan daerah, pengembangan industri halal semakin cepat terealisir dan diharapkan memberikan efek yang berbeda pada pola pertumbuhan dan menghasilkan transfomasi struktural yang selalu kita dengungkan, semoga.
Artikel ini telah diterbitkan di halaman SINDOnews.com pada Senin, 06 Juni 2022 – 07:03 WIB oleh Candra Fajri Ananda dengan judul “Halal Center: Sinergitas Pusat dan Daerah”.