Tahun 2021 telah berlalu dengan beragam cerita di dalamnya. Pandemi yang belum usai memberikan banyak pelajaran bagi kita untuk terus menjalani kehidupan meski di tengah tantangan dan hambatan. Kini, pintu perjalanan di 2022 telah terbuka dan siap menyambut semangat dan harapan baru di tengah gejolak pandemi yang juga belum berhenti. Pemerintah berhasil menutup perjalanan 2021 dengan mencatatkan keberhasilan kinerja penerimaan pajak serta kepabeanan dan cukai yang positif sepanjang tahun. Data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menunjukkan bahwa hingga 26 Desember 2021, total penerimaan pajak mencapai Rp1.231,87 triliun atau 100,19% dari target dalam APBN 2021 sebesar Rp1.229,6 triliun. Sejarah mencatat, pencapaian yang tidak mudah ini sebagai kali pertama target penerimaan pajak tercapai setelah 12 tahun berturut-turut gagal mencapai target alias shortfall. Keberhasilan penerimaan pajak mencapai target tidak lepas dari kinerja positif sejumlah kantor pelayanan pajak (KPP). Di sisi lain, tren penerimaan positif juga berhasil dicapai oleh Kepabeanan dan Cukai yang telah terealisasi sebesar Rp232,3 triliun atau sebesar 108,1% terhadap target pada APBN 2021, tumbuh 26,6% (yoy). Berbagai capaian positif ekonomi di tahun 2021 kian membawa optimisme keberhasilan Indonesia dalam menggapai keberhasilan pemulihan ekonomi di tahun ini. Mobilitas masyarakat yang terus meningkat menjadi bahan bakar bagi roda perekonomian Indonesia untuk bergerak maju. Data menunjukkan bahwa seiring dengan kondisi pandemi yang relatif terjaga dan pelonggaran pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), untuk pertama kali, pada kuartal IV rata-rata mobilitas menunjukkan nilai positif, yaitu di angka 1,4. Indikator konsumsi dan produksi terkini juga turut menunjukkan penguatan yang solid dan diharapkan menjadi pendorong utama pertumbuhan. Meski pemulihan ekonomi global dan domestik terus berlanjut, volatilitas dan ketidakpastian masih cukup tinggi. Berbagai risiko seperti penyebaran virus Covid-19 varian Omicron, percepatan tapering off AS, meningkatnya tekanan inflasi global, serta perlambatan ekonomi China masih perlu terus diperhatikan.
Tantangan Perekonomian Daerah Geliat kinerja pembangunan ekonomi daerah di penghujung 2021 terus menunjukkan perbaikan. Sampai dengan akhir November 2021, realisasi belanja negara mencapai Rp2.310,4 triliun, tumbuh 0,1% (yoy). Kinerja belanja negara konsisten membaik seiring akselerasi atas kebutuhan belanja di periode sebelumnya. Semangan kerja keras melalui belanja APBN juga didukung oleh kinerja program penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi. Meski demikian, pada sisi fiskal daerah, realisasi penyaluran Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) baru mencapai Rp711,0 triliun, atau 94,1% terhadap pagu APBN. Capaian ini lebih rendah dibandingkan TA 2020 sebesar 99,6% disebabkan oleh beberapa Pemerintah Daerah (Pemda) belum memenuhi atau belum menyampaikan laporan syarat salur. Pembangunan ekonomi Indonesia belum merata dengan masih banyaknya daerah yang masih tertinggal. Keberhasilan pengelolaan keuangan daerah sejatinya akan selalu seiring dengan keberhasilan pembangunan ekonomi daerah. Selama ini, TKDD meningkat sebesar rata-rata 10,1% per tahun pada periode tahun 2011-2019 (Pre Covid-19). Porsi TKDD terhadap belanja negara rata-rata mencapai 34,0% dan rasionya terhadap PDB rata-rata mencapai 5,4%. Akan tetapi, meningkatnya TKDD belum mampu mencegah ketimpangan pembangunan dan fiskal di Indonesia. Data juga menunjukkan bahwa ukuran realisasi belanja masih didominasi dari Pulau Jawa. Di masa pandemi ini, keberhasilan program vaksinasi adalah formula penting bagi pemulihan ekonomi baik di daerah maupun nasional. Hal itu menegaskan bahwa tidak akan ada pemulihan ekonomi tanpa ada pemulihan pandemi. Dampak vaksinasi tidak hanya bagi penanganan Covid-19 semata, tetapi juga menjadi faktor penentu dalam keberhasilan pemulihan ekonomi dari daerah hingga nasional. Harapan pemulihan ekonomi tercipta dengan terbentuknya herd immunity melalui vaksinasi. Oleh sebab itu, akselerasi program vaksinasi di setiap wilayah Indonesia perlu terus didorong untuk dapat mendukung berbagai program pemulihan ekonomi di setiap daerah. Pada sisi fiskal daerah, masih terlihat ketergantungan yang tinggi APBD daerah terhadap dana transfer. Saat ini secara rata-rata ketergantungan daerah, baik provinsi maupun kabupaten masih tinggi yaitu 80,1% terhadap TKDD.
Sementara itu, seiring dengan tingginya ketergantungan daerah terhadap pusat, pendapatan asli daerah berkisar 12,87%. Selain itu, dominasi belanja daerah masih pada belanja pegawai. Untuk itu sangat penting, daerah (termasuk pusat) memikirkan ukuran yang tepat (right size) besaran organisasinya. Tahun 2022, akan berlaku Undang-Undang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD) yang mengubah formulasi dana alokasi umum (DAU) di mana ada masa transisi tiga tahun untuk membatasi belanja pegawai. Idealnya saat ini, daerah dan pusat mulai memetakan beban kerja dan kebutuhan riil tenaga pegawai yang diperlukan untuk mencapai standar layanan tertentu. Selanjutnya setelah ada reformulasi DAU, Dana-dana transfer yang lain seperti dana alokasi khusus (DAK), dana insentif daerah (DID) maupun dana bagi hasil (DBH) perlu diarahkan agar tercapai dan mendukung program nasional dan daerah. Porsi DAK (baik fisik dan non fisik) sebaiknya diperbesar mengingat peran pentingnya dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Demikian juga DID yang lebih bersifat insentif diarahkan pada transformasi ekonomi baik digital atau kreatif ekonomi yang saat ini menjadi kebutuhan sekaligus mendukung program transformasi struktural perekonomian nasional. Demikian pula DBH yang selama ini bersifat lebih pada block grant, diarahkan pada perbaikan lingkungan terutama sebagai dampak eksplorasi sumber daya yang membahayakan lingkungan. Melalui perubahan atas beberapa formulasi dana transfer, maka diharapkan peningkatan perimbangan dari sisi volume diikuti oleh perubahan struktur belanja yang lebih baik. Lebih fokus dan berdampak pada perekonomian daerah dan nasional. Kunci Keberhasilan Pembangunan Daerah Selain perubahan dalam dana perimbangan (UU HKPD), ada beberapa faktor lain yang perlu disiapkan dari sisi pemerintah daerah. Kita sadar bahwa kemampuan dan potensi yang dimiliki masing-masing daerah berbeda. Meski demikian, selalu ada juara dalam perjalanan otonomi, yang terlihat adalah peran krusial kepemimpinan (leadership) yang terbuka, inovatif serta kolaboratif menjadi kunci keberhasilan daerah. Selain itu, birokrasi di pemerintahan (daerah dan pusat). Hal ini sangat dipengaruhi oleh oleh kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Aziz (2016) dalam penelitiannya membuktikan bahwa penggunaan dana desa masih belum optimal karena kapasitas dan kapabilitas pemerintah desa dalam mengelola dana otonomi desa masih belum memadai. Perjalanan dalam membangun daerah masih panjang dengan segala tantangan menghadang. Meski demikian, mengingat keunikan serta keberagaman wilayah Indonesia yang tidak bisa disamaratakan hanya dengan satu kebijakan terpusat, maka otonomi daerah sejatinya masih menjadi pilihan yang tepat untuk dijalankan di Indonesia. Kekuatan kepemimpinan daerah dalam menciptakan inovasi serta kolaborasi, hingga peningkatan kualitas SDM adalah syarat mutlak bagi daerah untuk mampu mengakselerasi pembangunan sehingga tercapai kesejahteraan masyarakat yang lebih baik ke depan. Semoga.
Candra Fajri Ananda
Staf Khusus Menteri Keuangan RI