Candra Fajri Ananda
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya
Jika kita mendengar kata Inovasi , secara otomatis kita membayangkan munculnya cara-cara baru, pendekatan baru, proses bisnis baru, alternattif sumber daya baru. Unsur kebaruan itu pada dasarnya adalah perubahan, transformasi yang berujung pada capaian yang lebih baik, efisien dan efektif.
Saat ini kita menyadari, terutama setelah terjadinya pandemi, betapa penting dilakukannya pembaharuan dalam hal pendekatan, cara maupun proses yang lebih baik dalam aspek proses maupun hasil, bahkanoutcomedari suatu produk atau kebijakan, apabila itu dari pemerintah.
Hal yang pasti adalah lingkungan usaha atau kebijakan saat ini telah berubah begitu cepatnya. Geopolitik internasional, kondisi nasional terus berubah dan dinamis, perlu dipahami sebagai faktor yang akan mempengaruhi desain suatu kebijakan.
Saat ada perilaku anggota organisasi yang tidak sesuai norma organisasi, biasanya akan ditindak sebagai tindakan pelanggaran norma organisasi. Pada era sekarang, perilaku yang sangat personal tersebut bisa dianggap memunculkan risiko bagi kinerja organisasi secara keseluruhan.
Memasukkan risiko di dalam kinerja dan strategi organisasi bagi organisasi privat sudah menjadi kelaziman, tetapi bagi organisasipublicseperti pemda, kementerian, tentunya merupakan terobosan baru karena lingkungan yang sudah berubah. Masyarakat sudah lebih menyadari tentang hak dan kewajiban, dan pemerintah sudah harus memberikan kebijakan yang memang betul–betul bermanfaat.
Inovasi dalam perekonomian seringkali disebutcreative destruction,yang pertama kalinya disampaikan oleh ekonom berkebangsaan Austria Joseph A Schumpeter pada tahun 40-an.
Ide Schumpeter ini muncul pada saat ekonomi dalam kondisi mandeg, investasi stagnan yang berdampak pertumbuhan ekonomi yang landai kala itu, terutama terjadi pada perekonomian yang memiliki keterbatasan sumber daya.Destructiondiarahkan pada kondisi menujudisruptive,sebagai awalan untuk melahirkan inovasi dan kreativitas.
Disrupsi ekonomi berupaya menemukan titik-titik efisiensi baru melalui sederet pembaruan yang didalamnya juga membutuhkan biaya ekonomi (investasi).
Disrupsi dan Inovasi
Perekonomian kita saat ini, dihadapkan pada situasi yang cukup baik walaupun masih muncul kegamangan terkait kondisi perekonomian dunia. Namun, tidak ada satupun lembaga dunia yang berani menjamin kepastian membaiknya perekonomian dunia, terutama ketika perang antara Rusia dan Ukraina yang belum juga usai.
Dengan demikian disrupsi dan inovasi perlu dilakukan didalam mendesain kebijakan. Disrupsi bukan sekadar mendestruksi “pakaian” lama menjadi baru, tetapi juga memasukkan hal–hal baru pada sistem untuk menghasilkan kebijakan yang lebih segar dan menjanjikan.
Atas dasar fakta tersebut, kita tidak bisa sekadar berpangku tangan menunggu dorongan ekonomi, seperti investasi akan masuk ke negara kita. Terutama jika kita menginginkan target pertumbuhan ekonomi di atas 5%, mengingat target besar kita adalah keluar darimiddle income trapyang harus dicapai sebelum 2045.
Pembangunan infrastruktur yang sangat massif sejak 2014, sudah saatnya menunjukkan hasil yang signifikan bagi perekonomian nasional. Secara agresif seharusnya kita harus membuat inovasi, keluar dari zona nyaman (kebiasaan), serta mengembangkan cara-cara baru yang tentu lebih efisien dan memberikan daya dorong yang positif.
Peran teknologi tentunya menjadi sangat penting, termasuk penyiapan sumber daya manusia (SDM) serta budaya untuk meneliti dan sistemreward and punishmentyang mendorong orang untuk membuat inovasi dan aman tidak diplagiasi, atau dengan mendorong kekayaan hak intelektual sebagai satu asset ekonomi.
Saat ini adalah momentum yang tepat bagi pemerintah untuk menularkan viruscreative destruction-nya melalui kebijakan-kebijakan kreatif di sektor publik. Hal yang sering terjadi, inovasi yang dilakukan dalam kebijakan publik, malah sering keluar dari koridor hukum.
Untuk itu, inovasi yang dilakukan sebaiknya masih dalam kerangkagovernanceyang memang menjadi dasar dari semua inovasi yang akan dilakukan.
Organisasi, SDM, Riset
Organisasi pemerintah terutama yang terbiasa seperti menara gading, kaku dan kuat dalam pengaturan struktur, saat ini sudah dituntut harus berubah. Maka dibuatlah kementerian reformasi birokrasi yang bertanggung jawab akan perubahan baik dalam cara kerja, proses bisnis, termasuk perhitunganrewardserta mekanisme hukuman dan target output outcome yang diharapkan.
Organisasi yang sehat (transparan akuntabel), berorientasi pada kualitas layanan (struktur fungsi), kepuasan masyarakat menjadi idaman dalam arah perubahan saat ini.
Namun, organisasi tersebut tentu membutuhkan orang– orang yang sesuai, yang mampu menjalankan tugas dan kewajiban organisasi. Proses rekrutmen SDM, jenjang karir yang jelas, pengembangan pendidikan, serta penghargaan yangfairakan menciptakan SDM unggul yang berujung pada terciptanya organisasi yang sehat.
Sementara riset terus dikembangkan untuk mendukung pelaksaan fungsi yang lebih cepat, efisien dan mendekatkan organisasi pada masyarakat.
Permasalahan pembangunan seperti kualitas perencanaan yang kurang bagus, berdampak pada kualitas anggaran dan belanja yang buruk, munculnya banyak protes masyarakat pada kebijakan pemerintah, adalah indikasi betapa pendekatan dan proses pembuatan kebijakan perlu kita ubah melalui perbaikan SDM birokrasi.
Tak kalah penting adalah pengembangan riset yang menghasilkan alternatif cara-cara baru, termasuk mengintrodusir teknologi di sektor layanan publik.
Contoh lain adalah, bagaimana organisasi pemerintah mengkomunikasikan sebuah kebijakan melalui ahli–ahli komunikasi dengan harapan masyarakat mengetahui dan memahami dengan baik (mengingat makin banyak berita hoax) sehingga bisa menerima kebijakan tersebut dengan baik.
Artikel ini telah diterbitkan di halaman SINDOnews.com pada Senin, 27 Februari 2023