TERBENTUKNYA kabinet baru memberikan kesan beragam dari masyarakat. Kuatnya warna “politik akomodatif” yang dibalut dengan istilah “demokrasi gotong-royong” menimbulkan pro-kontra di masyarakat.
Beberapa menyatakan bahwa komposisi kabinet era Jokowi-Ma’ruf Amin, yang dinamakan Kabinet Indonesia Maju, merupakan kabinet terbaik. Namun tak sedikit pula yang menyatakan bahwa komposisi tersebut lebih didasari kekuatan tarik-menarik kepentingan politik.
Perbedaan pendapat, apalagi di era demokrasi, tentu hal yang lumrah. Pendapat yang sama lebih pada tantangan yang dihadapi. Untuk itu kita perlu memberikan penghargaan setinggi-tinginya kepada orang-orang yang berani mengambil tantangan dan berjuang untuk mewujudkan cita-cita bangsa.
Besar harapan publik kepada Kabinet Indonesia Maju, termasuk kepada Presiden yang memasuki periode kedua ini. Publik ingin Presiden bekerja dengan baik tanpa terjebak pada politik pencitraan dengan membuat program yang tidak biasa dan mengimplementasikannya dengan cara yang berbeda.
Selama periode pertama Jokowi, capaian pertumbuhan ekonomi selalu di kisaran 5%. Tentu jika kita ingin mengejar pendapatan masyarakat lebih dari 27 juta per bulan, sebagaimana disebutkan dalam pidato pertama Presiden, pertumbuhan ekonomi kita harus di atas angka 7% per tahun.
Pada titik ini pemerintah tidak bisa hanya mengandalkan konsumsi sebagai penopang pertumbuhan ekonomi. Investasi, ekspor yang kuat, serta stabilitas rupiah juga diperlukan untuk menopang kebutuhan pertumbuhan yang tinggi tersebut.
Creative Destruction Inovasi adalah perubahan pada cara, pendekatan maupun instrumen dalam menyusun maupun mengimplementasikan kebijakan. Joseph Schumpeter (1883–1950) menyebut inovasi sebagai destruksi kreatif (creative destruction), yaitu aktivitas yang terus-menerus menghancurkan yang lama, serta menciptakan hal-hal baru. Dalam arti lain inovasi dalam situasi negara kita saat ini merupakan keniscayaan.
Berulang kali Presiden menekankan kepada seluruh menteri untuk selalu membuat terobosan maupun cara baru dalam menyelesaikan permasalahan yang muncul, termasuk memberikan solusinya. Walaupun demikian para menteri perlu menyadari bahwa seluruh inovasi kebijakan yang diambil tetap dalam koridor good corporate governance (GCG). Jangan sampai dengan alasan ingin lebih cepat, lebih ringkas, tetapi ternyata melanggar hukum. Syarat lain yang perlu diperhatikan dalam menyusun kebijakan inovatif adalah birokrasi yang bersih dan andal. Usaha pemerintah untuk mengangkat kualitas birokrasi sudah sangat bagus, terutama perbaikan dalam penggajian. Sayangnya jika diperhatikan, dalam hal doing business di Indonesia sebagai ukuran daya saing terkait dengan perizinan, kita masih kalah dari negara tetangga. Presiden telah menyinggung dengan keras permasalahan birokrasi ini dalam pidato pertama, yakni dengan menghilangkan eselon III dan IV yang dianggap sebagai pemborosan dan menambah biaya birokrasi semakin mahal dan lama. Setidaknya saat ini kita sepakat bahwa pemerintah memerlukan birokrasi yang andal, cepat, dan cerdas untuk menciptakan kebijakan inovatif dan bersih. Koordinasi Antarkementerian Selanjutnya hal lain yang sekilas terlihat mudah tetapi sulit dilakukan dalam manajemen organisasi di kementerian adalah koordinasi antarkementerian. Koordinasi antarkementerian pada periode yang lalu tidak menunjukkan hasil menggembirakan. Beberapa kebijakan ekonomi yang sangat baik, secara konseptual, ternyata gagal diimplemetasikan disebabkan koordinasi antarkementrian yang lemah. Tingginya ego sektoral dan lembaga telah mengurangi esensi dan efisiensi dalam pencapaian proses pencapaian tujuan. Presiden Jokowi mengeluarkan cara jitu untuk mengendalikan ego sektoral antarkementerian dengan memberikan kewenangan “veto” bagi menteri koordinator atas kebijakan menteri yang bertentangan dengan kebijakan menteri lain dan kebijakan yang menyimpang dari visi dan misi Presiden. Tentu hak veto oleh menko ini perlu ada regulasi yang mengatur, kapan dan bagaimana hak veto ini bisa dikenakan. Jika tidak diatur akan memunculkan persoalan baru yang pasti menghambat dan menghalau tujuan yang hendak dicapai. Kita semua tentu berharap para menteri dan wakil menteri yang telah dilantik mampu melaksanakan tanggung jawabnya dan menjadi teamwork yang baik, saling mendukung serta terus berorientasi pada tujuan dan melakukan kebijakan inovatif secara terus-menerus untuk menjawab tantangan bangsa yang semakin berat.Kita juga harus berterima kasih kepada para “pejuang tantangan” karena beliau-beliau berkorban untuk mewujudkan impian bangsa bagi kita semua. Selamat bekerja dan teruslah berkarya. Amin.
Candra Fajri Ananda Dosen dan Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya