Keberhasilan penerapan ekonomi syariah lebih berkembang pada negara-negara minoritas muslim. Pasalnya, pemerintah setempat sangat komitmen dalam mengembangkan ekonomi syariah. Selain itu, cara pandangnya tak hanya melulu karena dorongan kebutuhan masyarakatnya, namun lebih pada masyarakat negara lain sebagai konsumen.
Contohnya Australia, yang sekarang memproklamirkan diri sebagai produsen daging halal. Pemerintah berkomitmen daging yang diekspor itu disembelih secara halal. Upaya pemerintah Australia dengan mendatangkan penyembelih halal dari berbagai negara muslim, termasuk Indonesia. Sehingga produk halal dari Australia turut mengembangkan ekonomi syariah.
“Ketika Australia mengekspor daging sapi ke negara-negara konsumen daging, seperti Indonesia, Malaysia, Jepang, dan lainnya, konsumen sudah yakin bahwa daging yang dikonsumsi itu pasti halal,” terang Prof Dr M Pudjiharjo, SE, MS, Guru Besar llmu Ekonomi Universitas Brawijaya, saat memaparkan materi dalam Simposium Nasional Filsafat Ilmu Ekonomi dan Bisnis, di gedung F lantai 7, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (FEB UB), Kamis (28/11/2019).
Ditambahkan Pudjiharjo, produktifitas daging sapi ekspor Australia cukup tinggi. Mau tak mau, produk halal sebagai pilihan meningkatkan ekspor agar bisa diterima semua negara muslim. Selain itu negara non muslim, dengan menjamin kualitas dan kesehatan daging sapi tersebut. “Komitmen pemerintah Australia dalam meningkatkan daging ekspor halal, dengan mendatangkan Juru Sembelih Halal atau Juleha dari beberapa negara Islam. Sehingga daging sapi dari Australia terjamin kehalalannya,” jelas Pudji, sapaan akrabnya.
Sementara, Indonesia sebagai negara muslim, ekonomi syariahnya tidak terlalu berkembang pesat. Pasalnya, pemerintah Indonesia dinilai kurang komitmen dalam memfasilitasi juleha dan hasil produk halal lainnya. Serta upaya masyarakat sebagai konsumen minim untuk meminta haknya dan mau berhijrah. “Aset keuangan syariah Indonesia berada di urutan ke 9 dari 10 negara muslim. Atau sekitar 5,8 persen, dibandingkan Malaysia sekitar 23 persen. Pemerintah dan masyarakat Indonesia kurang komitmen mengembangkan ekonomi syariah ini. Mereka masih memilih riba, bukan bagi hasil seperti yang dibenarkan dalam Islam. Bisa jadi mereka sudah mengakar pada bank konvensional,” papar Pudji.
Meski di lain sisi, diakuinya beberapa bank konvensional mulai mengembangkan bank syariah sebagai wadah pergeseran nasabah di grupnya. Setiap tahun ada perkembangan atau pergeseran itu, tapi masih lambat, tidak secepat bank syariah di negara lain. “Mungkin kesadaran berhijrahnya masih lamban, atau mungkin sistem perbankan syariah kurang disosialisasikan. Banyak faktor. Tapi bank konvensional menyadari itu, hingga mendirikan bank syariah. Seperti BRI ada BRI Syariah, Mandiri juga ada syariahnya, dan lainnya,” tandas Pudji.
Selain Pudjiharjo, turut hadir sebagai narasumber, di antaranya Prof Dr M Suyanto, MM (Keynote Speaker Rektor Univ. Amikom Yogyakarta, Produser dan penulis film Bottle of Surabaya, Penulis Buku Photoprenuership); Prof Dr Eka Afnan Troena, SE (Guru Besar llmu Manajemen Universitas Brawijaya); Prof Dr Armanu Thoyib, SE, MSc (Guru Besar llmu Manajemen Universitas Brawijaya); Prof Dr Bambang Subroto, MM,Ak (Guru Besar llmu Akuntansi Universitas Brawijaya); Prof Iwan Triyuwono, SE,Ak,Mec,PhD (Guru Besar llmu Akuntansi Universitas Brawijaya); dan Prof Dr Munawar Ismail, SE,DEA (Guru Besar llmu Ekonomi Universitas Brawijaya).
Ketua Panitia Warter Agustim, mengatakan, simposium nasional membedah perkembangan pemikiran ilmu ekonomi dari masa ke masa secara keseluruhan. Dimana mencangkup tiga bidang ilmu ekonomi, yaitu manajemen, ilmu ekonomi dan akuntansi. “Para peserta berusaha melahirkan teori-teori baru, maupun keterkaitan teori lama yang terjadi secara dinamis. Para penulis call paper berdiskusi dengan para guru besar, untuk menyatukan pandangan dan perkembangan di bidang ilmu ekonomi,” terang Warter.
Sekitar 88 call paper dari 144 paper dari para peserta yang hadir dari seluruh perguruan tinggi di Indonesia, diangkat sebagai bahan diskusi dengan para guru besar. “Sekitar 300 peserta dosen peneliti yang kita undang, termasuk mahasiswa. Mereka diminta untuk memberikan ide pada simposium dalam perkembangan ilmu ekonomi yang terjadi saat ini, dengan dikaitkan ilmu ekonomi sebelumnya. Bisa dengan pembanding call paper peserta. Sehingga ada kesepahaman ilmu ekonomi yang berkembang dengan titik temunya ada dimana,” tandasnya.
sumber : http://seru.co.id/komitmen-pemerintah-dan-hijrah-masyarakat-bakal-menumbuhkembangkan-ekonomi-syariah-indonesia/