Tidak ada yang salah ketika kita ingin belajar manajemen kebijakan publik dari apa yang sudah dilakukan oleh Provinsi Jawa Timur. Karena dalam beberapa kondisi, daerah ini terhitung memiliki keistimewaan tersendiri. Pertama, dari sisi kondisi ekonomi, Jawa Timur dapat dianggap sebagai miniatur perekonomian nasional karena kesamaan struktur ekonomi yang dimiliki. Tiga sektor lapangan usaha utama penopang Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Timur secara berturut-turut adalah sektor industri pengolahan (29,03%), perdagangan (18,18%), dan pertanian (12,80%) [BPS Jatim, 2018].
Struktur yang nyaris sama juga terjadi di PDB nasional dimana peranan sektor industri pengolahan (20,16%), pertanian (13,14%), dan perdagangan (13,02%) tampil sangat mendominasi dibandingkan sektor-sektor lainnya (BPS, 2018). Level pertumbuhan ekonomi Jawa Timur dalam satu dasawarsa terakhir tercatat selalu lebih baik daripada pertumbuhan ekonomi Pulau Jawa dan nasional. Dalam kurun waktu 2009-2017, rata-rata pertumbuhan ekonomi Jawa Timur mencapai 5,91% per tahun, lebih tinggi dari pertumbuhan di Pulau Jawa dan nasional yang masing-masing memiliki rerata 5,66% dan 5,4%.
Kedua, keistimewaan Jawa Timur berikutnya muncul dari sisi kontribusi agregat PDRB, sektor industri pengolahan, dan produksi pangan nasional. Peranan Jawa Timur tidak dapat disepelekan karena menjadi kontributor terbesar kedua terhadap agregat PDB Indonesia. Pada tahun 2017, Jawa Timur menyumbang sekitar 14,86% dari total PDB Indonesia, hanya lebih rendah dari DKI Jakarta yang berkontribusi sebesar 17,74%. Sektor industri pengolahan Jawa Timur juga berperan besar terhadap agregat nasional, dimana sekitar 21,40% PDB sektor industri berasal dari Jawa Timur.
Sumbangsih ini hanya lebih rendah dari Jawa Barat yang berperan sebesar 27,58%. Adapun dalam produksi pangan nasional, Jawa Timur tampil sebagai raja pertanian karena menjadi lumbung pangan terbesar di Indonesia. Produksi terbesar untuk komoditi padi, jagung, kedelai, dan kacang tanah berasal dari para petani di Jawa Timur. Beberapa komoditi unggulan dari kelompok perkebunan (seperti kopi, tebu, dan kakao), peternakan, serta perikanan tangkap dan budidaya juga turut memperkenalkan Jawa Timur sebagai produsen utama pertanian nasional.
Ketiga, jumlah penduduk yang begitu besar menjadi sisi lain potensi yang dimiliki Jawa Timur. Berdasarkan proyeksi BPS mengenai jumlah penduduk Indonesia di tahun 2017, sedikitnya sekitar 39,29 juta penduduk (15%) di antaranya berada di Jawa Timur. Tentunya jumlah yang besar ini menjadi potensi yang masih “mentah”, karena perlu diimbangi dengan faktor-faktor yang lain (misal kualitas SDM, serta jumlah lapangan kerja dan tingkat pendapatan yang moderat) sehingga nantinya dapat betul-betul berbuah menjadi suatu keunggulan daerah.
Beberapa ulasan tersebut tentunya tidak muncul secara tiba-tiba. Ada campur tangan secara parsial maupun simultan antara pemerintah dan masyarakatnya untuk menghadapi berbagai tantangan yang mengemuka. Perkembangan pembangunan di Jawa Timur juga bukannya tanpa kendala. Saat ini pekerjaan besar yang dihadapi Pemerintah Provinsi Jawa Timur secara makro antara lain adalah pengentasan kemiskinan, serta penurunan tingkat ketimpangan antarpenduduk maupun antarwilayah (antara wilayah utara dan selatan). Permasalahan serupa juga dialami pemerintah pusat. Sehingga ada baiknya jika kita bisa memetik beberapa pengalaman berharga atas apa yang pernah diupayakan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Terobosan Sadar dengan beberapa tantangan besar yang tengah dihadapinya, ada beberapa terobosan yang dilakukan untuk mereduksi risiko yang lebih besar ketika persoalan-persoalan tersebut tidak segera diselesaikan. Soekarwo, yang dalam waktu dekat akan berakhir masa jabatannya sebagai Gubernur Jawa Timur dua periode, memberikan beberapa contoh kebijakan yang kinerjanya tergolong progresif.
Pertama, untuk mengatasi persoalan kemiskinan dan ketimpangan, ada beberapa kebijakan yang telah dijalankan. Yang paling dikenal adalah program Jalan Lain Menuju Kesejahteraan Rakyat (JalinKesra) dan Jalan Lain Menuju Mandiri dan Sejahtera (Jalin Matra) yang memiliki beberapa kriteria kelompok sasaran. Jalin Kesra dijalankan selama periode 2010-2014 yang melibatkan sekitar 493.004 rumah tangga sangat miskin (RTSM) sebagai kelompok sasaran. Semenjak 2015, kebijakan ini dilanjutkan melalui disusunnya program Jalin Matra yang pemetaan kelompok sasarannya lebih spesifik ketimbang program sebelumnya.
Adapun program-program yang dilakukan meliputi bantuan yang sifatnya produktif dan non produktif yang ditujukan untuk mendukung penguatan kesetaraan gender (feminisasi), serta pengentasan kemiskinan terhadap kelompok rumah tangga rentan miskin dan RTSM. Bantuan non produktif yang dilakukan meliputi bantuan perbaikan rumah dan operasi pasar pada kebutuhan pokok masyarakat. Sedangkan bantuan produktifnya meliputi penyediaan hibah dan saluran permodalan produktif dan non produktif (konsumsi), pelatihan keterampilan, fasilitasi pemasaran, dan stimulus kebijakan yang mengarahkan pada efisiensi pasar.
Contoh terobosan yang kedua adalah fokus kebijakan yang mengarah pada penguatan UMKM dan industri berskala besar. Soekarwo kemudian mengistilahkan kebijakan tersebut dengan menyebutnya sebagai “Jatimnomics”. Jatimnomics dianggap sebagai program simultan yang fokus pada tiga aspek utama dalam perekonomian, yang terdiri dari penguatan produksi, pengembangan pemasaran, serta skema pembiayaan yang inklusif dan kompetitif. Jatimnomics menjadi kerangka kebijakan fiskal yang berupaya merangkul semua segmen usaha agar memiliki daya saing yang kuat di kancah nasional dan global. Pemerintah Jawa Timur memetakan kebijakan berdasarkan skala prioritas di setiap segmen/skala usaha. Misalnya untuk segmen penduduk yang tergolong miskin dan rentan miskin, tugas utamanya adalah memberikan charity, serta pendampingan dan pemberdayaan agar mereka mentas dari ketertinggalan ekonomi. Untuk segmen UMKM, Pemerintah Jawa Timur fokus pada stimulus infrastruktur, sarana produksi primer untuk efisiensi dan nilai tambah, dan pembiayaan berbasisbanking system melalui skema APEX, dimana Bank Jatim sebagai Komando dengan melibatkan PT. BPR, Bank UMKM, dan PT. Jamkrida untuk memfasilitasi pembiayaan UMKM.
Jamkrida Jatim menjadi badan usaha daerah pertama di Indonesia yang tugasnya sebagai penjamin bagi UMKM, yang selama ini terhambat akses permodalannya karena kurang bankable dari sisi administrasi kredit perbankan. Skema pembiayaan lainnya yang lebih condong pada penguatan modal sosial juga diperkuat melalui pengembangan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) berbasis koperasi wanita (kopwan), koperasi karyawan (kopkar), koperasi pondok pesantren (Kopotren), dan lembaga masyarakat desa hutan (LMDH) yang selama ini tergolong dimarginalkan. Sedangkan bagi usaha berskala besar, fokus utamanya adalah memfasilitasi business forum dan diplomasi ekonomi (dalam dan luar negeri), serta memberikan kemudahan berinvestasi yang disebut sebagai Governor’s Guarantee.
Terobosan yang ketiga adalah dengan fokus pada penguatan infra-dan suprastruktur yang bertujuan meningkatkan efisiensi dan koneksitas antarwilayah maupun antarsektor ekonomi. Selain dengan membangun infrastruktur yang menjembatani interaksi ekonomi antara wilayah selatan dan utara, serta interaksi antardaerah khususnya yang mengedepankan keterlibatan wilayah selatan Jawa Timur, Pemerintah Jawa Timur juga mendirikan PT. Puspa Agro sebagai pasar induk yang menampung pemasaran produk-produk pertanian di Jawa Timur. Konsep pasar induk menjadi solusi atas asymmetric information yang seringkali gagal menguntungkan petani khususnya yang berskala gurem. Keberadaan pasar induk tersebut, juga mendukung aktivitas market intelligence yang dibangun melalui pendirian Kantor Perwakilan Dagang (KPD) Jawa Timur. Hingga saat ini sudah ada 26 KPD yang disebar di 26 provinsi di luar Pulau Jawa. Fungsi dari market intelligence ini adalah memberikan informasi produk yang dapat diperdagangkan dengan Jawa Timur. Keberadaan KPD sudah terbukti mampu meningkatkan kinerja perdagangan Jawa Timur baik untuk kepentingan ekspor maupun impor. Di tahun 2017 kemarin, hasil misi dagang yang difasilitasi KPD mampu menghasilkan transaksi perdagangan hingga mencapai Rp6,25 triliun. Angka ini menjadi sebuah bukti sahih bagaimana pentingnya KPD sebagai market intelligence.
Dan contoh terobosan yang terakhir adalah kesuksesan Pemerintah Jawa Timur dalam proses perampingan organisasi perangkat daerah (OPD) dan inovasi pembiayaan infrastruktur. Perampingan OPD dilatarbelakangi keinginan dari Pemerintah Jawa Timur untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi anggaran maupun birokrasi kebijakan. Selama ini kita ketahui bahwa kendala mengapa proses birokrasi melahirkan biaya ekonomi yang tinggi, salah satunya penyebabnya adalah struktur layanan yang terlampau “gemuk”. Sehingga roda birokrasi berjalan relatif melambat bahkan sejak proses perencanaan dan perumusan kebijakan.
Inovasi pembiayaan yang dilakukan melalui skema Kemitraan Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU), juga menunjukkan betapa suksesnya Pemerintah Jawa Timur untuk merangkul pihak swasta dalam pembiayaan pembangunan infrastruktur publik. Proyek ini dilakukan pada pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Umbulan di daerah Pasuruan, Jawa Timur. Dengan anggaran daerah yang terbatas untuk membiayai seluruh kebutuhan, praktis pemerintah akan senantiasa membutuhkan dukungan sektor swasta untuk pembiayaan. Keberhasilan ini akan menjadi sebuah cerita, bahwa dibutuhkan ketekunan dan rencana kebijakan yang kredibel agar sektor swasta yang cenderung profit oriented, berkenan terlibat dalam proyek-proyek yang memberikan banyak benefit.
Konklusi Apa yang dilakukan oleh Pemerintah Jawa Timur menjadi inspirasi bagi kita semua bahwa perlindungan pemerintah melalui kebijakan yang berpihak dan protektif (dalam arti positif) menjadi sebuah media pembangunan yang penting. Muaranya akan berakhir pada seberapa banyak penduduk yang terangkat taraf kesejahteraannya berkat uluran tangan pemerintah. Meskipun hingga saat ini Jawa Timur masih menjadi penyumbang terbesar untuk jumlah penduduk miskin nasional, akan tetapi angka pengentasannya sudah melampaui capaian rata-rata di tingkat nasional. Selama 2009-2017, tingkat kemiskinan Jawa Timur menurun signifikan dari 16,68% menjadi 11,20% (menurun 5,48%). Sedangkan di tingkat nasional kemiskinannya hanya turun 4,03% dari sebelumnya 14,15% menjadi 10,12%.
Mudah-mudahan cerita dari Jawa Timur memberikan inspirasi bagi kita semua agar mau bergotong-royong dalam proses pembangunan. Pola kepemimpinan (leadership) yang inovatif, berbasis budaya dan kearifan lokal, terutama dalam mengeksekusi inovasi kebijakan yang dibuat, sangat menentukan tingkat keberhasilan kebijakan tersebut. Di luar faktor kepemimpinan yang mengayomi, kolaborasi antara pemerintah, DPR dan masyarakat yang berjalan dengan baik (dalam lima tahun terakhir APBD selalu ditetapkan tanggal 10 November tanpa konflik), menjadi sebuah prasyarat agar melahirkan kebijakan yang efektif, efisien, dan komprehensif.
Candra Fajri Ananda Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya