FEB UB White Teks (1)

Mereduksi Ketimpangan Melalui Pendidikan

Mereduksi Ketimpangan Melalui Pendidikan

Candra Fajri Ananda
Staf Khusus Menteri Keuangan RI
Selama satu dekade terakhir, secara umum realisasi anggaran pendidikan terus menujukkan tren peningkatan. Besaran alokasi anggaran ini meningkat dari tahun ke tahun dengan prosentasenya di kisaran 20% sebagaimana amanat UUD 1945 pasal 31 ayat (4) dan UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 49 ayat (1).

Sebagai gambaran, realisasi anggaran pendidikan pad 2010 sebesar Rp216,72 triliun, kemudian meningkat signifikan menjadi Rp473,66 triliun pada 2020 atau naik lebih dari dua kali lipatnya. Pada tahun ini, pemerintah kembali meningatkan anggaran pendidikan menjadi Rp541,7 triliun.

Tren peningkatan ini diikuti oleh komponen anggaran pendidikan baik melalui belanja pemerintah pusat (dengan rata-rata laju pertumbuhan tahunan 6,89%) maupun melalui transfer ke daerah dan dana desa /TKDD (dengan rata-rata laju pertumbuhan tahunan 8,86%).

Pendidikan adalah sebuah kebutuhan yang paling asasi bagi manusia agar mampu mengisirasa,karsayang dibutuhkan oleh lingkungan bahkan negaranya agar kehidupan yang dimiliki lebih baik (wellbeing community). Dengan demikian, pendidikan seharusnya menjadi solusi dari segala persoalan pembangunan yang kita hadapi saat ini.

Sebagaimana bangsa Jepang dengan Restorasi Meijipada 1867 dengan menetapkan lima pesan utama yang bagi perkembangan Jepang modern saat ini. Salah satunya adalah “pengetahuan harus dicari hingga ke seluruh dunia demi memperkuat fondasi kekuasaan kekaisaran”. Cara ini diwujudkan dengan mengirimkan banyak anak muda untuk belajar di luar negeri dan pulang membawa banyak perubahan di negaranya.

Oleh sebab itu, kenaikan anggaran di bidang pendidikan yang sangat signifikan diharapkan dapat mendukung perbaikankualitas SDMIndonesia untuk mengoptimalisasi bonus demografi yang kita miliki saat ini, untuk mengejar Indonesia Emas 2045, di mana saat itu negara kita telah berusia 100 tahun kemerdekaan.

Implikasi Pendidikan terhadap Ketimpangan

Pemerataan menjadi isu penting dalam pelaksanaan pembangunan di suatu negara. Pilihan paling ekstrem adalah pertumbuhan yang tinggi dengan pemerataan lebih rendah, atau pemerataan yang baik dengan pertumbuhan yang tidak tinggi. Apalagi untuk Indonesia yang memang sangat berbeda kualitas sumber daya yang dimiliki, baik alam, SDM mapun sumber daya buatan.

Berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan desentralisasi fiskal selama 20 tahun terakhir, kondisi antarwilayah di Indonesia masih terjangkit ketimpangan yang sangat kuat di mana pusat pertumbuhan masih berkutat di pulau–pulau tertentu, terutama Jawa dan Sumatera. Utamanya, ketimpangan antarwilayah yakni Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI). Sehingga riasan pembangunan Indonesia masih tertempeli isu ketimpangan antar wilayah, antara daerah tertinggal dan daerah maju.

Salah satu strategi yang dilakukan oleh Indonesia, termasuk beberapa negara maju adalah dengan pembangunan infrastruktur sebagai salah satu upaya untuk mempercepat proses pembangunan wilayah–wilayah tertinggal. Melalui perbaikan konektivitas diharapkan pusat–pusat pertumbuhan mampu menarik daerah sekitarnya untuk ikut menikmati capaian output ekonomi yang dihasilkan pusat pertumbuhan.

Sayangnya, strategi ini tidak terlalu berhasil, jika dilihat dari angka ketimpangan yang masih lebar. Terlalu banyaknya pembangunan jalur-jalur baru malah menimbulkan (backwash effects) eksploitasi pada sekitarnya. Selain itu, pembangunan infrastruktur yang belum merata dan masih berpusat di Jawa juga menjadi salah satu sebab.

Infrastruktur yang memadai adalah salah satu daya tarik bagi investor untuk masuk dalam suatu wilayah. Maka tak heran apabila investasi pun turut masih berada di wilayah tertentu yang telah memiliki infrastruktur memadai.

Berdasarkan Data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)pada 2020 untuk pertama kalinya realisasi investasi secara tahunan di luar Pulau Jawa mampu melampaui Jawa. Data BKPM menunjukkan, di periode yang sama, investasi di luar Jawa naik 11% dibandingkan tahun lalu (yoy). Sedangkan, nilai penanaman modal di Jawa turun 5,94% (yoy). Kenaikan realisasi investasi di luar Jawa disinyalir tak disebabkan pesatnya pembangunan infrastruktur di wilayah ini, melainkan pertumbuhan tersebut lebih dipengaruhi oleh peningkatan pengelolaan SDA di wilayah tertentu. Kondisi tersebut sejalan dengan pertumbuhan industri pada sektor pertambangan dan mineral yang juga meningkat pada tahun 2020 dan diperkirakan masih akan berlanjut di tahun berikutnya. Sebagian besar industri di luar Jawa merupakan industri sekunder atau manufaktur, seperti industri logam dasar yang umumnya memang berlokasi di luar Jawa, mendekati sumber bahan bakunya (barang tambang).

Sementara, investasi yang ditanam merupakan high input technology industry sehingga menyebabkan Sumber Daya Manusia (SDM) lokal, yang biasanya mayoritas tidak berkeahlian, hanya sedikit yang mampu terserap. Hal ini, seringkali berpotensi memperlebar jurang ketimpangan di wilayah tersebut.

Peran Perguruan Tinggi

Salah satu penyebab sulitnya mengatasi ketimpangan antar wilayah di Indonesia adalah karena kualitas SDM yang masih belum merata. Terkait hal ini, pendidikan merupakan faktor kunci dalam investasi SDM. Pendidikan diharapkan dapat meningkatkan pendapatan, membuka peluang kerja yang lebih luas, mendorong menjadi manusia pembelajar (terus belajar) yang memudahkan beradaptasi pada perubahan yang terjadi. Ironisnya, data menunjukkan bahwa ketimpangan di sektor pendidikan di Indonesia masih tinggi yang tercermin dari angka partisipasi murni (APM) SMP dan SMA di Kabupaten Intan Jaya Papua yang hanya 13,34%, jauh di bawah rata-rata nasional yakni 70,68%. Di sisi lain di Kawasan Barat Indonesia mendapatkan capaian tertinggi APM sebesar 90,38% di Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara.

Membangun Indonesia dengan memperkuat SDM di era masa kini dengan perkembangan teknologi yang pesat membutuhkan peningkatan kemampuan melalui peran perguruan tinggi secara merata, termasuk di daerah tertinggal, terdepan dan terluar.

Akan tetapi, selama ini PT yang berkualitas harus diakui masih didominasi oleh kampus-kampus di Pulau Jawa, Sumatera dan sedikit di beberapa provinsi lainnya.

Pada 2018, berdasarkan data Kementerian Riset Teknologi dan Perguruan Tinggi (Ristek Dikti), ada sebanyak 4.670 unit perguruan tinggi di Indonesia, angka ini meliputi 2.230 unit Perguruan Tinggi di Jawa, dan 2.440 Perguruan Tinggi di luar Jawa. Selain itu, berdasarkan data Badan Akreditasi Nasional (BAN-PT) tahun 2018, terdapat lebih dari 50 Perguruan Tinggi di Pulau Jawa yang Terakreditasi A, sedangkan di luar jawa hanya terdapat 16 PT yang menyandang status Akreditasi A.

Dengan demikian sangat penting PT dikelola dengan tata kelola terbaik (good corporate governance) agar pengelolaan mahasiswa, dosen, publikasi nasional dan internasional, serta hubungan dengan industri baik di dalam dalam maupun luar negeri terjaga. Termasuk pengelolaan perpustakaan yang mampu terkoneksi dengan selurh perpustakaan di nasional bahkan dunia, akan mempermudah dan menggugah bagi PT dalam negeri untuk “masuk’ dalam sistem pengembangan Pendidikan yang ada.

Mengingat pentingnya lembaga pendidikan ini, sudah saatnya PT perlu dikelola dan dibangun melalui pegembangan nilai-nilai akademik yang menjunjung kesejahteraan, independensi, serta bertanggung jawab pada keilmuan dan masyarakat. Intervensi kepentingan secara berlebihan dari berbagai pihak di luar PT, baik pemerintah maupun dari Organisasi Masyarakat (Ormas) atau bahkan partai politik perlu difiltrasi dengan baik karena dapat menghambat perkembangan PT secara alamiah.

Manajemen PT perlu menyadari bahwa mereka tidak hanya menghasilkan sekadar lulusan sarjana, tetapi sedang menyiapkan generasi emas Indonesia, menuju 2045 di mana kekuatan ekonomi saat itu diproyeksikan menjadi empat terbesar dunia, dengan ketimpangan yang diharapkan semakin kecil. Semoga.

Artikel ini telah diterbitkan di halaman SINDOnews.com pada Senin, 21 Februari 2022 – 06:42 WIB oleh Koran SINDO dengan judul “Mereduksi Ketimpangan Melalui Pendidikan”.

Leave a Comment

Scroll to Top