Candra Fajri Ananda
Staf Khusus Menteri Keuangan RI
Pertumbuhan ekonomi 2022 diprediksi semakin baik dan mendekati level ketika sebelum pandemi terjadi. Kendati demikian, pertumbuhan di kuartal I/2022 ini menghadapi tantangan cukup berat untuk mampu mencapai target pemerintah.
Hal tersebut karena masih lambannya belanja pemerintah dan masih besarnya Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA). Data Kementerian Dalam Negeri menunjukkan bahwa hingga saat ini masih terdapat beberapa daerah yang memiliki capaian realisasi belanja rendah, di antaranya adalah Kabupaten Bandung, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Bengkulu Selatan, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Bengkalis, dab Kabupaten Hulu Sungai Selatan.
Di lain sisi, untuk daerah tingkat kota, realisasi yang masih rendah yakni Kota Pekanbaru, Kota Padang Sidempuan, Kota Tangerang, Kota Tegal, Kota Sorong, Kota Sungai Penuh, Kota Pasuruan, dan Kota Cimahi. Selain itu, Laporan Realisasi Angaran (LRA) di sejumlah daerah di Indonesia juga masih menunjukan adanya (SILPA) yang berlebihan. Data menunjukan bahwa rata-rata SILPA provinsi Indonesia masih sebesar Rp20 triliun untuk seluruh provinsi.
Belanja pemerintah, baik pusat maupun daerah, merupakan bagian dari kebijakan fiskal sebagai salah satu wujud intervensi pemerintah dalam perekonomian. Belanja pemerintah dalam bentuk belanja barang, belanja modal, belanja bantuan sosial dan belanja hibah, memiliki peran yang sangat penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, terlebih di masa pemulihan ekonomi pasca pandemi.
Belanja pemerintah merupakan tulang punggung utama bagi pertumbuhan ekonomi nasional sekaligus mampu mendorong belanja pihak swasta. Belanja pemerintah diyakini dapat mendorong bertambahnya uang beredar di tengah masyarakat, sehingga akan mendongkrak daya beli di tingkat rumah tangga. Oleh sebab itu, untuk dapat menggerakkan perekonomian, maka penyerapan belanja pemerintah harus dipercepat dengan tetap menjagagood governancedalam merealisasikan belanja.
Konsumsi rumah tangga hingga kini masih menjadi sumber utama pertumbuhan ekonomi Indonesia, lebih dari 50% terhadap produk domestik bruto (PDB). Secara keseluruhan pada 2021, konsumsi rumah tangga tumbuh progresif sebesar 2,02% setelah terkontraksi 2,63% di 2020. Meski menunjukkan pemulihan, namun angka tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan level prapandemi yang berada di kisaran 5%.
Data ini merefleksikan bahwa daya beli masyarakat pada tahun kedua pandemi masih cukup rapuh. Sehingga, pada tahun ini diharapkan pemerintah mampu mengakselerasi konsumsi rumah tangga, salah satunya dengan memanfaatkan momentum mudik lebaran.
Mudik dan Dorongan Pertumbuhan Ekonomi
Tradisi mudik lebaran melekat erat dengan Idul Fitri. Kerinduan pulang kampung menetralisasi kerepotan, bahkan jadi pemanis kemenangan. Mudik merupakan potret dialektikabudaya yang sudah berlangsung berabad-abad. Tradisi mudik ke kampung halaman untuk merayakan Lebaran akan selalu ada dan terusberlangsung dalam kehidupan sosial budaya masyarakat Indonesia.
Kegiatan mudik dilakukan oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia dari berbagai status ekonomi. Artinya, pelaku kegiatan mudik bukanlah hanya dari kalangan masyarakat ekonomi menengah–bawah saja, tetapi juga dilakukan oleh masyarakat kelompok ekonomi menengah–atas.
Kebijakan pemerintah yang mengizinkan kegiatan mudik Lebaran 2022 saat ini disambut antusias sejumlah pihak. Pasalnya kegiatan mudik yang tidak diperbolehkan selama dua tahun terakhir telah menyebabkan tingkat konsumsi masyarakat Indonesia lesu hingga berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang terkoreksi. Dibukanya mudik lebaran diharapkan dapat mendorong perputaran kembali roda perekonomian nasional menjadi lebih cepat.
Langkah pemerintah melakukan pelonggaran mobilitas dan mengizinkan mudik lebaran tahun ini menjadi peluang besar bagi percepatan pemulihan ekonomi nasional. Sebab, pelonggaran tersebut, akan berdampak pada peningkatan konsumsi. Pelonggaran akan meningkatkan mobilitas yang akan berujung meningkatnya belanja masyarakat, baik transportasi maupun belanja lainnya seperti makanan dan minuman.
Di sisi lain, pelonggaran mudik juga akan mendorong peningkatan keyakinan para pelaku usaha sehingga investasi pun dapat berpotensi kembali meningkat. Data menunjukkan bahwa pada umumnya pasar lebaran dapat memenuhi hingga 30% kinerja tahunan industri. Oleh sebab itu, melalui peningkatan konsumsi dan investasi, maka perekonomian Indonesia pun kian tepat berada di jalur pemulihan.
Lebih lanjut, keuntungan yang tak luput diperoleh dari fenomena mudik adalah berkaitan dengan reproduksi ekonomi warga di daerah. Mudik juga dapat dilihat sebagai bagian dari proses untuk memulihkan energi produktif. Keuntungan berupa modal sosial, –jaringan ekonomi di antara anggota keluarga maupun handai taulan yang luas,– dapat meningkatkan arus informasi sehingga menciptakan inovasi dan produktivitas melalui kegiatan usaha.
Mudik dan Pembangunan Ekonomi
Di dunia ini, mungkin hanya di Indonesia yang memiliki aktivitas migrasi temporer hingga jutaan penduduk dalam kurun waktu sepekan dalam situasi damai. Tanpa disadari, tradisi ini membawa ikatan kemasyarakatan yang akan menjadi modal sosial dalam membangun ekonomi bangsa.
Modal sosial ini dibangun berdasarkan rasa saling percaya antarindividu yang telah terbentuk dalam waktu lama serta memerlukan proses-proses sosial yang berliku. Terkait hal ini, modal sosial dapat diubah menjadi keunggulan untuk mendapatkan keuntungan ekonomi. Jaringan yang luas mampu memberikan menciptakan arus informasi yang murah dan cepat.
Modal sosial merupakan salah satu aspek penting dalam mendukung tumbuh kembangnya perekonomian secara baik. Modal sosial itu meliputi, kepercayaan, kohesivitas, altruisme, perasaan tidak egois, gotong royong, dan jaringan untuk kolaborasi.
Hasil laporan Bank Dunia menyebutkan bahwa perdagangan pada level makro dipengaruhi oleh modal sosial. Meskipun modal sosial paling umum hadir pada kegiatan ekonomi mikro, namun modal sosial juga berimplikasi pada dampak dari perdagangan, migrasi, reformasi ekonomi, dan integrasi regional. Oleh sebab itu, ikatan modal sosial yang terjalin kembali melalui kegiatan mudik berpotensi menumbuhkan semangat untuk membangun maupun mengembangkan usaha bersama kerabat.
Alhasil, mencermati fenomena mudik bukan hanya dapat dimaknai dalam perspektif sosial budaya tetapi juga mempunyai nilai ekonomi yang tinggi meski hanya berlangsung temporer. Mudik dapat memberi kontribusi positif bagi bergeraknya sektor riil di pedesaan serta menggairahkan usaha kecil menengah yang pada gilirannya pun dapat dapat mendorong pengurangan kemiskinan, pengangguran, dan kesenjangan ekonomi antara kota dan desa. Semoga.
Artikel ini telah diterbitkan di halaman SINDOnews.com pada Senin, 25 April 2022 – 09:36 WIB oleh Koran SINDO dengan judul “Mudik di Masa Pemulihan Ekonomi”.