Candra Fajri Ananda
Staf Khusus Menteri Keuangan RI
Pertumbuhan ekonomi Indonesia kembali mencatatkan kinerja impresifbahkan melebihi pertumbuhan sebelum pandemi (2019). Perkembangan tersebut tercermin dari kinerja ekonomi kuartal II/2022 yang mencapai 5,72% (yoy), lebih tinggi dari capaian kuartal sebelumnya sebesar 5,45% (yoy).
Angka tersebut mutlak menunjukkan bahwa ekonomi (PDB) Indonesia 2022 telah berhasil mencapai 6,6% di atas level PDB pra-pandemi (2019). Capaian tersebut cukup membuktikan bahwa roda pemulihan ekonomi domestik terus bergerak cepat di tengah perlambatan ekonomi global yang masih terjadi.
Capaian pertumbuhan ekonomi Indonesia tak lain karena ditopang oleh fundamental ekonomi dalam negeri yang kuat serta kinerja sektor-sektor ekonomi yang masih tetap terjaga di tengah turbulensi global yang tak terelakkan.Ekonomi Indonesia berhasil tumbuh dengan dorongan sektor domestik yakni pengeluaran konsumsi rumah tangga dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB), di mana porsi konsumsi rumah tangga sendiri mencapai sekitar 50,38%.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, konsumsi rumah tangga tumbuh tinggi 5,4% (yoy). Selain itu, investasi yang tercermin melalui PMTDB pada kuartal III/2022 juga berhasil tumbuh 4,96%, menguat dibanding sebelumnya yaitu 3,1%.
Hilirisasi dan perbaikan iklim invetasi di sektor automotif juga menunjukkan hasil, di mana pertumbuhan investasi pada mesin dan kendaraan komersial masing-masing sebesar 36,5% dan 17,1% (yoy). Demikian juga kredit perbankan yang tumbuh 11% turut berhasil mendukung pemulihan investasi pada kuartal III tahun ini.
Capaian pertumbuhan ekonomi Indonesia tak lepas dari ketepatan langkah pemerintah dalam mengendalikan inflasi serta perluasan program perlindungan sosial (peningkatan subsidi energi, bantuan subsidi upahan dan Bantuan Langsung Tunai atau BLT, Bansos Pemda). Berbagai upaya program perlindungan sosial yang telah digulirkan pemerintah berhasil menjaga daya beli dan meredam dampak tekanan inflasi akibat kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
Pada kuartal ini, pertumbuhan konsumsi makan minum berhasil tumbuh 2,6% (yoy). Begitu juga konsumsi transportasi, komunikasi tumbuh 12,9% (yoy), serta kegiatan restoran dan hotel juga mengalami pertumbuhan 9,1% (yoy). Kondisi tersebut telah mencerminkan bahwa kegiatan rumah tangga masih tetap kuat dan terjaga. Artinya, apabila belanja pemerintah dapat dilakukan pada waktu dan sasaran yang tepat, maka dapat memberikan dorongan positif bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
Indonesia patut berbangga. Pemulihan perekonomian telah merata di semua sektor ekonomi, tak hanya dari sisi konsumsi, namun juga dari sisi produksi. BPS mencatat bahwa seluruh sektor produksi berhasil tumbuh positif di kuartal III/2022. Hal itu menunjukkan bahwa sektor unggulan ekonomi Indonesia yaitu sektor manufaktur tumbuh 4,8%.
Hilirisasi sumber daya alam tumbuh kuat, termasuk industri logam dasar yang tumbuh 20,2% (yoy). Pertumbuhan manufaktur automotif didukung oleh penjualan mobil yang tumbuh 25,7% dan sepeda motor tumbuh 4,1%. Industri tekstil dan pakaian jadi tumbuh 8,1% dan sektor alas kaki dan barang dari kulit tumbuh 13,4% (yoy), terutama didorong peningkatan permintaan dalam negeri dan ekspor dari negara mitra dagang.
Perbaikan ekonomi Indonesia juga diikuti dengan peningkatan porsi tenaga kerja formal serta Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) yang mencapai tingkat tertinggi sejak 1986, di mana TPAK pada Agustus 2022 sebesar 68,63%. Dari sisi sektoral, lapangan usaha pertanian, perdagangan, dan industri pengolahan masih menjadi sektor tertinggi penyerap tenaga kerja, dengan porsi mencapai 62,14% dari total lapangan pekerjaan. Selain itu, perbaikan juga ditunjukkan oleh rata-rata upah yang mencapai Rp3,07 juta, di mana angka tersebut meningkat signifikan hingga 12,22% (yoy).
Strategi Hadapi Turbulensi
Kendati demikian, pemerintah perlu terus mewaspadai perkembangan ekspor mengingat harga komoditas utama Indonesia di pasar global yang saat ini pun mulai mengalami penurunan. Sejak Juli 2022, terjadi penurunan harga dan volume ekspor, termasuk pada komoditas unggulan Indonesia seperti batu bara, dan feronikel.
Alhasil, nilai ekspor pada Juli 2022 terkoreksi 2,20%, dibandingkan bulan sebelumnya (mtm). Dilihat dari nilainya, pada Juli ini ekspor Indonesia mencapai USD25,57 miliar, sedangkan pada Juni 2022 mencapai USD26,15 miliar. Penurunan tersebut terus terjadi hingga September 2022. BPS melaporkan, kinerja ekspor pada September 2022 tercatat hanya USD24,80 miliar atau setara Rp384,19 triliun.
Menyadari hal tersebut, guna menjaga perekonomian Indonesia dari badai resesi, salah satu kebijakan kunci yang dapat diambil pemerintah adalah mendorong konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah. Terlebih, konsumsi rumah tangga adalah poros roda pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Konsumsi rumah tangga dapat distimulasi oleh pemerintah melalui berbagai program perlindungan sosial dengan harapan menjaga dan meningkatkan daya beli masyarakat berpenghasilan rendah sekaligus mendorong konsumsi masyarakat, seperti Bantuan Sosial (Bansos), BLT Dana Desa, subsidi dan Program Keluarga Harapan.
Selain itu, belanja pemerintah yang mengalami kontraksi di kuartal III, diharapkan dapat dieksekusi dan dipercepat di kuartal IV dengan tetap menjaga tata kelola yang baik (good governance). Di masa mendatang pola belanja seperti saat ini, perlu diperbaiki untuk bisa lebih merata pada setiap kuartal, misalnya prosedur pencairan anggaran, syarat salur yang lebih mudah, atau penyederhanaan tanpa harus menghilangkan akuntabilitasnya.
Urgensi Peran G20
Ekonomi global perlu dipahami sebagai kekuatan untuk dapat mendukung penguatan ekonomi nasional yang diupayakan oleh tiap-tiap negara di dunia. Kini, di momen ketika Indonesia dipercaya menjadi Presidensi G20, berperan penting dalammembangkitkan ekonomi global, sekaligus memperkuat perekonomian nasional.
Presidensi G20 Indonesia akan menjadi ajang dialog, kerja sama dan koordinasi respons kebijakan antarnegara untuk mendorong pemulihan dan menjaga pertumbuhan ekonomi yang kuat dan seimbang, di tengah-tengah guncangan dan tantangan yang dihadapi.
Pertemuan pimpinan negara G20, akan memberikan arah, panduan serta kepercayaan pasar bagi prospek perekonomian serta stabilitas sistem keuangan ke depan. Hal ini sejalan dengan penegasan komitmen anggota G20 terhadap kebijakan yang terkalibrasi, terencana, dan dikomunikasikan dengan baik untuk mendukung pemulihan berkelanjutan.
Selain itu, G20 juga diharapkan bisa mengurangi efek luka pandemi maupun dampak rambatan (spillover) guna mendukung pertumbuhan yang kuat, berkelanjutan, seimbang, dan inklusif.
Oleh sebab itu, kesuksesan Presidensi G20 sangat berdampak pada hampir seluruh sektor pemerintahan, tidak hanya memberikan manfaat bagi Indonesia sendiri, melainkan juga berdampak luar biasa besar bagi dunia, terutama tanggung jawab kepemimpinan yang selama ini telah dijalankan Indonesia di dunia internasional. Semoga.
Artikel ini telah diterbitkan di halaman SINDOnews.com pada Senin, 14 November 2022