Malang, 5 Januari 2025 – Universitas Brawijaya (UB) menutup rangkaian perayaan Dies Natalis ke-62 dengan Sidang Pleno Terbuka Majelis Wali Amanat (MWA) yang digelar di Gedung Samantha Krida Budaya. Pada puncak acara ini, Prof. Asfi Manzilati, ME, dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis UB, menyampaikan orasi ilmiah bertema “Optimalisasi Wakaf dan Syirkah untuk Pendidikan Tinggi dan Kesejahteraan Semua”.
Dalam orasinya, Prof. Asfi mengulas tantangan utama yang dihadapi pendidikan tinggi di Indonesia, yakni keterjangkauan dan keberlanjutan pembiayaan. Dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 280 juta jiwa, hanya 6,68% atau sekitar 18,74 juta jiwa yang dapat menikmati pendidikan tinggi. Hal ini menunjukkan masih tingginya hambatan keterjangkauan, yang sebagian besar dipengaruhi oleh ketergantungan pada sistem pembiayaan Uang Kuliah Tunggal (UKT).
Sebagai Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) sejak 2022, Universitas Brawijaya memiliki peluang dan tanggung jawab untuk menciptakan sistem pembiayaan pendidikan yang lebih mandiri. “Perguruan tinggi tidak bisa lagi sepenuhnya bergantung pada UKT. Kita harus mencari sumber pembiayaan berkelanjutan yang dapat mendukung operasional sekaligus meningkatkan akses pendidikan,” ungkap Prof. Asfi.
Wakaf: Solusi Pembiayaan Berkelanjutan
Prof. Asfi menyoroti wakaf sebagai salah satu solusi terbaik untuk pembiayaan pendidikan tinggi. Dengan sifatnya yang kekal dan manfaat jangka panjang, wakaf memungkinkan pengelolaan aset yang memberikan dampak positif tidak hanya bagi institusi pendidikan tetapi juga masyarakat luas. Wakaf juga dinilai lebih unggul dibandingkan dana abadi karena keharusan menjaga keabadian harta wakaf dan penggunaannya untuk kemaslahatan.
Syirkah: Mendorong Income-Generation dan Hilirisasi
Selain wakaf, Prof. Asfi juga menyoroti pentingnya syirkah sebagai bentuk kemitraan strategis yang dapat mendukung pengelolaan aset tangible seperti lahan dan laboratorium, serta aset intangible seperti paten dan teknologi. Syirkah dinilai mampu menciptakan keberlanjutan pembiayaan dengan menghasilkan pendapatan melalui bisnis sektor riil dan hilirisasi hasil akademik.
“Melalui mekanisme wakaf dan syirkah, perguruan tinggi dapat bertransformasi menjadi motor penggerak ekonomi yang berkelanjutan. Tata kelola yang transparan dan akuntabel sangat diperlukan, dengan melibatkan trustee serta pengelola zakat, infak, dan sedekah,” jelas Prof. Asfi.
Empat Pilar Strategi Pembiayaan
Dalam orasinya, Prof. Asfi merumuskan empat pilar utama dalam strategi pembiayaan pendidikan tinggi:
- Pergeseran sumber dana dari UKT ke non-UKT.
- Alokasi dana untuk kebutuhan operasional dan investasi.
- Pengelolaan dana sesuai dengan spesifikasi sumbernya.
- Pemanfaatan pembiayaan untuk kesejahteraan masyarakat luas.
Dengan strategi ini, Universitas Brawijaya diharapkan mampu memperluas akses pendidikan yang berkualitas dan menjadikannya lebih terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat, sejalan dengan amanat UUD 1945 untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.