Candra Fajri Ananda
Staf Khusus Menteri Keuangan RI
Keberhasilan Indonesia dalam mengemban amanah sebagai Presidensi G20 patut diapresiasi. Dipercaya menjadi pemimpin sekaligus tuan rumah sebuah perhelatan dunia merupakan kehormatan bagi Indonesia.
Secara resmi, Indonesia memulai rangkaian Presidensi G20 selama satu tahun penuh terhitung mulai 1 Desember 2021 hingga November 2022. Presidensi dimulai dengan asa mampu menyatukan niat bersama dalam mewujudkan pemulihan dunia yang inklusif dari pandemi.
Karena itu, dalam Presidensi G20, Indonesia mengusung tema“Recover Together, Recover Stronger”.Pada Presidensi G20 tersebut Indonesia fokus mengerjakan tiga hal di antaranya penanganan kesehatan yang inklusif, transformasi berbasis digital, dan transisi menuju energi berkelanjutan. Indonesia berupaya mendorong seluruh anggota G20 dapat berperan secara konkret dan berpartisipasi aktif dalam melakukan tiga hal tersebut secara optimal.
Selain kelancaran acara, Indonesia dinilai terampil mengelola tantangan pada masa krisis. Sebagai Presidensi G20, Indonesia telah mengupayakan berbagai solusi terbaik selama setahun kepemimpinan di tengah berbagai gejolak ekonomi dan politik dunia. Netralitas dan kelenturan diplomasi Indonesia berperan penting bagi keberhasilan Indonesia dalam memimpin G20.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersyukur bahwa G20 Indonesia telah menghasilkan sebuah dokumen berupa Deklarasi Para Pemimpin G20 Bali. Tak dimungkiri bahwa proses menuju kesepakatan atas deklarasi tersebut sangat panjang, bahkan dilakukan melalui beberapa putaran negosiasi.
Tak sedikit pihak yang pesimistis Indonesia bisa menghasilkan suatu deklarasi mengingat situasi dunia yang sulit akibat pandemi Covid-19 yang belum usai dan kian diperburuk dengan perang antara Rusia dan Ukraina, krisis pangan dan energi, serta krisis keuangan.
Deklarasi KTT G20 Bali
Kesepakatan Deklarasi Bali oleh para pemimpin G20 membuktikan kepercayaan dunia kepada Indonesia. Para pemimpin negara-negara besar dunia mengakui keberhasilan Indonesia sebagai Presidensi G20 tahun ini, terutama pada momen Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) yang dihadiri 17 kepala negara dan tiga yaitu Brasil, Meksiko, dan Rusia yang diwakili menteri luar negeri.
Pengakuan pemimpin dunia itu bukan hanya pada penyelenggaraan acaranya, tetapi juga keputusan-keputusan yang dihasilkan, khususnya “Bali Leaders Declaration 2022” atau Deklarasi Bali dan sejumlah kesepakatan lainnya, baik dalam kelompok G20 maupun dalam pertemuan bilateral antarnegara yang hadir.
Pengakuan dunia yang paling monumental adalah keberhasilan Indonesia sebagai tuan rumah memfasilitasi pertemuan antara Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dan Presiden China Xi Jinping. Pertemuan dua simbol kekuatan ekonomi terbesar dunia yang berlangsung hangat itu disambut positif di penjuru dunia karena memberi sinyal akan ada perdamaian sehingga mengurangi tensi ketegangan geopolitik global.
Pengakuan dari pemimpin dunia itu disampaikan langsung Presiden AS Joe Biden, Perdana Menteri (PM) India Narendra Modi, PM Kanada Justin Trudeau, Presiden Uni Emirat Arab (UEA) Mohammed bin Zayed Al Nahyan, hingga PM Turki Recep Tayyip Erdogan.
Deklarasi Bali yang berisi 52 paragraf itu memuat berbagai hal termasuk perihal perang Rusia–Ukraina. Perang yang berlangsung sejak akhir Februari 2022 itu tak pelak membayangi pertemuan pemimpin G20.
Pasalnya, perang langsung melibatkan Rusia yang selama ini menjadi salah satu poros kekuatan di G20. Perang juga tidak hanya mengganggu stabilitas geopolitik, tetapi juga melambungkan harga komoditas pangan dan energi ke level yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Akibatnya, inflasi global melonjak sementara di sisi lain perlambatan pertumbuhan terus mengancam. Anggota G20 melihat perang telah membawa dampak lebih buruk terhadap ekonomi global karena menghambat laju pertumbuhan, melambungkan inflasi, serta mengganggu rantai pasokan global. G20 juga melihat perang telah meningkatkan kerawanan energi dan pangan hingga risiko stabilitas keuangan global.
Di luar perang, deklarasi pemimpin G20 juga menyoroti sejumlah isu penting mulai dari lingkungan, perubahan iklim, perpajakan, targetSustainable Development Goals(SDGs), krisis energi dan pangan, serta peran penting bank sentral dalam menjaga stabilitas nilai tukar serta menurunkan inflasi. G20 menilai penting bagi bank sentral mereka untuk mengoptimalkan semua alat yang tersedia guna menghindaridownside riskstermasuk menjalarnya dampak negatif di pasar keuangan.
Selain itu, kesepakatan G20 juga menyebut mengenai pentingnya menjaga ketahanan energi dan pangan serta aksi untuk mengatasi perubahan iklim.Anggota G20 menyepakati upaya untuk membatasi pemanasan suhu global hingga 1,5 derajat Celsius. Anggota G20 sepakat meredam dampak kenaikan harga, meningkatkan investasi di bidang ketahanan pangan, serta memperkuat dialog antara produsen dan konsumen.
Rantai Pasok Global
G20 atau Group of Twenty merupakan forum kerja sama multilateral yang beranggotakan 19 negara utama dan satu lembaga Uni Eropa (UE). G20 ini merupakan gabungan dari negara-negara dengan kelas pendapatan menengah, tinggi, berkembang, dan maju.
Negara-negara yang tergabung dalam G20 adalah negara yang masuk 20 besar ekonomi dunia. Hal ini terindikasi dari PDB setiap anggota G20. Sebab itu, bukan hal yang mustahil bila G20 bisa mewakili lebih dari 60% populasi bumi, 75% perdagangan global, dan 80% produk bruto dunia (PDB) dunia.
Selain itu, pembentukan G20 tidak hanya sebatas forum seremonial belaka. Lebih dari itu, ada sejumlah peran nyata yang sudah dikerjakan oleh setiap negara sehingga menjadi sebuah keniscayaan apabila forum G20 akan dapat membawa dampak dan manfaat positif bagi para negara anggotanya.
Keberhasilan Indonesia dalam kepemimpinan G20 dapat mendorong kian terbukanya peluang Indonesia untuk masuk dalam aktivitas perdagangan antarnegara. Presidensi G20 dapat menjadi berkah bagi ekonomi Indonesia.
Selain lapangan kerja dan investasi,eventtingkat tinggi tersebut juga berpeluang membuka keran ekspor, terutama usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).Forum G20 dapat menjadi peluang bagi Indonesia untuk dapat mendorong ekspor produk Indonesia yang selama ini hanya dalam bentuk “hand carry” menjadi dalam bentuk B2B. Hingga kini, jumlahUMKMnasional yang sudah memanfaatkan teknologi digital dan masuk dalam rantai pasok global masih sangat sedikit. Kemitraan inklusif melalui kolaborasi lintas sektoral menjadi keharusan untuk mendorong pertumbuhan bisnis UMKM yang berkelanjutan.
Adapun kontribusi UMKM terhadap produk ekspor Indonesia 2020 hanya mampu mencapai 15,69%. Angka tersebut lebih kecil dibandingkan dengan kontribusi UMKM dari negara-negara ASEAN yang rata-rata sebesar 20%. Demikian juga berdasarkan dataAsian Development Bank (ADB) Institute(2020), rasio partisipasi UMKM Indonesia terhadap rantai pasok global masih berada di angka 4,1%.
Berkaca dari data tersebut, maka pemerintah perlu terus berupaya untuk mempermudah dan memperluas akses pasar UMKM agar mampu menjadi bagian dalam rantai pasok global.
Pada momen G20 ini, melalui posisi strategis G20 dalam perekonomian, seyogianya mampu membuka jalan bagi Indonesia untuk dapat mengembangkan skala UMKM serta menyelesaikan hambatan dan kendala yang dihadapi agar UMKM dapat naik kelas dan memiliki kontribusi terhadap rantai pasok global. Semoga.
Artikel ini telah diterbitkan di halaman SINDOnews.com pada Senin, 21 November 2022 – 08:07 WIB oleh Candra Fajri Ananda