Fenomena perlambatan ekonomi global masih berlanjut. Musim pemangkasan proyeksi laju pertumbuhan ekonomi terjadi hampir di seluruh negara. Di tengah perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China yang mulai mereda, kemunculan wabah virus corona seketika berhasil memorak-porandakan ekonomi dunia. Wabah virus korona yang terus menyebar diyakini berimbas pada lemahnya ekonomi global secara signifikan. Virus korona yang melumpuhkan sebagian dari kegiatan operasional perusahaan akhir-akhir ini diprediksi akan mengancam pertumbuhan ekonomi global pada kuartal I/2020.
China, di mana korona berasal, merupakan negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia. Bahkan menurut sebuah laporan baru dari Goldman Sachs, virus korona yang telah menyebar dengan cepat diperkirakan juga dapat memperlambat pertumbuhan kuartal pertama ekonomi AS. Penurunan ekonomi AS ini akibat berkurangnya ekspor AS ke China serta penurunan jumlah turis China ke AS. Tekanan ekonomi China berpotensi memberi efek limpasan ke negara-negara mitra termasuk Indonesia melalui beberapa transmisi seperti sektor pariwisata, perdagangan internasional, dan aliran investasi.
Menjaga Laju Pertumbuhan
Beberapa waktu yang lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2019, mencapai angka 5,02% secara tahunan (yoy). Angka tersebut tumbuh lebih rendah dibandingkan tahun 2018 sebesar 5,17%. BPS mencatat bahwa angka pertumbuhan ekonomi 5,02% tersebut utamanya masih berasal dari konsumsi rumah tangga yang juga sedang mengalami perlambatan. Konsumsi rumah tangga mencapai 4,97% di kuartal IV/2019, demikian juga kinerja industri pengolahan juga mengalami perlambatan cukup dalam.
Sikap pemerintah Indonesia sudah jelas dalam menghadapi perlemahan ekonomi dunia tersebut dengan menerapkan kebijakan counter cyclical, yang tentunya bertujuan menahan perlemahan perekonomian dalam negeri sebagai dampak ekonomi dunia secara mendalam.
Mengingat konsumsi masyarakat masih menjadi motor utama penggerak perekonomian nasional, maka saat ini pemerintah perlu fokus menjaga daya beli masyarakat dan mendorong aktivitas produktif. Beberapa paket kebijakan ekonomi diharapkan mampu menahan perlemahan ekonomi, seperti memperkuat konsumsi rumah tangga, kegiatan produksi, dan investasi di masyarakat. Di luar usaha tersebut, pemerintah tentu juga berharap bahwa perlu dicegah terjadinya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK), tentu ini perlu pemberian insentif yang tepat untuk situasi yang seperti ini.
Dari sisi moneter, Bank Indonesia sudah memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan 7-Day Reverse Repo Rate sebanyak 25 basis poin menjadi sebesar 4,75%. Pada saat bersamaan, Bank Indonesia juga memutuskan untuk menurunkan suku bunga deposit facility dan lending facility sebesar 25 basis poin masing-masing menjadi 4,00% dan 5,50%. Penurunan ini merupakan yang pertama kali setelah bank sentral mempertahankan suku bunga acuan sebesar 5% selama empat bulan berturut-turut atau sejak Oktober 2019.
Menurunnya tingkat suku bunga ini diharapkan akan diikuti oleh tingkat bunga bank umum sehingga akan direspons positif oleh para pengusaha untuk terus berproduksi atau bahkan melakukan ekspansi produksi.
Sektor pariwisata merupakan sektor yang terdampak signifikan atas terjadinya wabah virus korona. Terdampaknya sektor pariwisata tersebut secara langsung juga berdampak terhadap subsektor lainnya seperti perhotelan, restoran, dan penerbangan akan terpengaruh sehingga berpotensi akan menghambat pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi menyebutkan bahwa selama ini pariwisata merupakan sektor padat karya yang menyerap lebih dari 13 juta pekerja.
Angka tersebut belum termasuk dampak turutan atau multiplier effect yang mengikuti, termasuk industri turunan yang terbentuk di bawahnya.
Sektor lain yang diupayakan untuk tumbuh positif adalah bidang perumahan. Pemerintah menyediakan insentif sebesar Rp1,5 triliun. Jumlah tersebut terdiri atas Rp800 miliar untuk subsidi selisih bunga dan Rp700 miliar untuk subsidi bunga uang muka. Bantuan tersebut akan menambah pasokan unit rumah yang mendapat subsidi sebanyak 224.000. Sektor properti diharapkan bisa memberikan dampak turunan terhadap 150 bidang industri, di antaranya semen, besi, furnitur yang merupakan barang-barang yang dibutuhkan untuk pembangunan perumahan.
Efektivitas dan Insentif
Indikator efektivitas dalam implementasi kebijakan dapat dilihat dari tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan, di mana target yang telah tercapai sesuai dengan yang direncanakan. Insentif yang diberikan oleh pemerintah perlu perhitungan yang cermat dan dipastikan siapa sebenarnya penerima manfaat. Jangan sampai misleading, di mana penerima insentif ternyata bukan golongan yang ditargetkan, melainkan kelompok lainnya.
Dengan kacamata positif, kejadian saat ini sebenarnya membuka peluang baru di mana pariwisata domestik menjadi krusial untuk berkembang lebih daripada sebelumnya.
Sebelumnya, hambatan utama orang melakukan kegiatan wisata domestik adalah transportasi, terutama tiket pesawat. Jika harga tiket pesawat bisa ditekan, ditambah dengan hari libur diperpanjang (pengganti Sabtu), gaji ke-13 dibayar lebih awal, rapat-rapat kementerian dan lembaga dilakukan di daerah, tentunya kita optimistis bahwa ekonomi domestik kita mampu bertahan dari gempuran dinamika ekonomi dunia yang kuat dan tidak terpola. Tambahan dana sebesar Rp298,5 miliar saat ini bagi sektor pariwisata, tentu masih sedikit, tetapi setidaknya kita boleh berharap bahwa ekonomi masyarakat dan daerah wisata kita tetap bergerak positif.
Pemerintah daerah juga memiliki peran yang krusial terutama untuk bertanggung jawab langsung atas perekonomian daerahnya. Pola belanja yang lebih baik, perizinan yang lebih mudah dan murah, serta fokus pada sektor ekonomi yang produktif, akan in-line dengan keinginan pemerintah pusat. Dana desa meningkat menjadi Rp72 triliun dari tahun sebelumnya yang hanya Rp70 triliun, dan pola transfernya diubah, di mana pertama 40%, kedua 40%, dan terakhir 20%. Tentu dengan harapan bahwa dana desa tersebut secepatnya dibelanjakan dan menggerakkan seluruh sektor ekonomi di desa tersebut.
Menjaga pertumbuhan kuartal I/2020 di atas 5% bukan pekerjaan yang ringan. Meski ketidakpastian itu semakin nyata, upaya, semangat, dan optimisme perlu terus dikobarkan. Pengelolaan hubungan pusat dan daerah termasuk antarkementerian/ lembaga yang lebih baik, kebijakan fiskal dan moneter yang semakin padu (harmonis), belanja kementerian dan daerah yang cerdas, akan menuju sinkronisasi langkah, tentu positif bagi Indonesia tercinta. Semoga!
Prof Candra Fajri Ananda Phd
Staf Khusus Menteri Keuangan Republik Indonesia