Pandemi Covid-19 di Indonesia masih terus bergulir, bahkan dalam beberapa waktu terakhir kasus positif Covid-19 di Indonesia menunjukkan tren peningkatan. Kasus Covid-19 di Indonesia kini telah mencapai angka dua juta untuk jumlah kasus infeksi Covid-19 yang telah terkonfirmasi. Angka tersebut membuat Indonesia berada di posisi ke-18 di dunia dan ke-4 di Asia.Pada kasus harian, Indonesia sempat mencapai angka di atas 20.000-an per hari yang mengantarkan Indonesia masuk dalam 5 besar negara penyumbang Covid-19 tertinggi dunia, melampaui kasus harian di Amerika Serikat dan Inggris.
Pandemi Covid-19masih menjadi tantangan di seluruh dunia, khususnya bagi Indonesia karena perkembangan kasusnya masih sulit diprediksi. Sejak memasuki 2021, pemerintah melihat optimisme terhadap kinerja ekonomi sejalan dengan berbagai peningkatan indikator pemulihan ekonomi dan kasus Covid-19 yang diharapkan terus mengalami penurunan.
Sayangnya, di tengah optimisme akan pemulihan yang diharapkan, malah terjadi lonjakan kasus Covid-19 yang mengharuskan pemerintah untuk tetap konsisten mengawal dan melindungi masyarakat dalam pandemi ini. Apalagi varian baru, yang lebih cepat penularannya, sudah dibuktikan telah beredar di beberapa daerah di wilayah Indonesia. Sementara vaksinasi harus tetap berjalan dan perlu dipercepat lagi.
Tren kenaikan kasus Covid-19 sempat memberikan sentimen negatif kepada pelaku pasar yang tercermin dari indeks harga saham gabungan (IHSG) yang berada di level 6.078,57 atau turun 10,47 poin pada perdagangan. Lebih lanjut, kondisi yang tidak mudah ini dikhawatirkan akan memengaruhi pilihan investor, khususnya asing untuk menempatkan dana di pasar keuangan Indonesia, baik melalui instrumen saham maupun surat berharga negara (SBN).
John Maynard Keynes dalam pemikiran ekonominya percaya bahwa perubahan ekspektasi pelaku ekonomi menyebabkan terjadinya siklus bisnis (business cycle) karena espektasi tersebut berpengaruh pada permintaan agregat. Terkait hal ini, Keynes memberikan ilustrasi bahwa selama pertumbuhan ekonomi terjadi, bisnis akan cenderung optimis tentang pertumbuhan di masa depan. Termotivasi oleh “animal spirit” sehingga investor akan terus melakukan investasi dan memproduksi barang modal secara terus-menerus.
Sebaliknya, investor akan cenderung kurang dalam berinvestasi selama resesi karena terlalu pesimistis tentang pertumbuhan masa depan. Hal ini menunjukkan bahwa ekspektasi atau perkiraan mengenai masa mendatang dapat memengaruhi permintaan terhadap barang dan jasa saat ini.
Ekspektasi dan informasi adalah dua hal yang saling bertaut. John F Muth (1961) melalui teori ekspektasi rasional (rationalexpectations) memberikan gambaran tentang proses agen ekonomi melakukan “peramalan” pada masa yang akan datang.
Landasan dari ekspektasi rasional adalah asumsi bahwa perilaku individu sebagai pelaku ekonomi akan melakukan hal yang terbaik dengan menggunakan apa yang mereka miliki. Sehingga ekspektasi rasional dapat didefinisikan sebagai perilaku yang menggunakan prinsip rasional dalam menyerap dan memproses informasi dan dalam membuat ekspektasi (Maddock dan Michael, 1982).
Teori ini dalam pasar modal adalah teori yang menjelaskan bahwa investor yang tidak mempunyai informasi akan melakukan transaksi dengan mengikuti transaksi yang dilakukan oleh investor yang mempunyai informasi dengan mengamati perubahan harga yang terjadi.
Setiap Orang Pembuat Berita
Pada kemajuan teknologi informasi komunikasi saat ini tidak hanya memberikan dampak yang positif, tetapi juga memberikan dampak yang buruk. Penyampaian informasi begitu cepat, di mana setiap orang telah dengan mudah memproduksi informasi, dan informasi yang begitu cepat tersebut melalui berbagai media sosial, pesan telpon genggam, dan lain sebagainya tak, dapat terfilter dengan baik, walaupun seringkali berita tersebut tidak ada yang “mengonfirmasi” terkait kebenarannya.
Informasi yang dikeluarkan, baik orang per orang maupun badan usaha melalui media sosial dan elektronik ketika telah terkirim dan dibaca oleh banyak orang, dapat memengaruhi emosi, perasaan, dan pikiran. Alhasil, perkembangan informasi kini kian menjadi bagian penting dalam membangun ekspektasi publik. Pada masa pandemi ini, informasi menjadi salah satu kunci sukses membangun optimisme publik yang akan berujung pada perubahan perilaku masyarakat dalam menyikapi pandemi.
Oleh sebab itu, informasi yang ada sepatutnya mampu mendorong hal-hal positif dengan menggunakan narasi yang tidak hanya membahas kesehatan, tapi juga dari segi kultural dan ekonomi demi keberlangsungan kehidupan yang lebih baik di tengah pandemi. Literasi berbagai media diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran positif masyarakat agar dapat selalu berkontribusi memberikan edukasi positif kepada diri sendiri, dengan membekali hal-hal yang dianggap perlu untuk dipelajari dan diketahui agar berhasil melewati pandemi.
Perkembangan informasi yang kini tak terfiltrasi dengan baik cenderung menyebabkan terjadinya peningkatan asimetri informasi. Dasar dari informasi asimetris adalah ketidakmampuan untuk membedakan yang baik dari yang buruk. Informasi asimetris memiliki implikasi yang besar dalam menjalankan mekanisme pasar persaingan dan lingkup intervensi pemerintah.
Asimetri informasi yang kian melebar di tengah derasnya informasi yang tak terfilter dengan baik menyebabkan reaksi pelaku ekonomi sulit diprediksi. Hal itu karena asumsiceteris paribus(jika faktor lain tidak berubah) itu dengan mudah bisa berubah akibat masuknya data dan informasi baru yang dapat mengubah selera, preferensi (pada sisi permintaan), persepsi, danconfidence(terutama pada investor).
Urgensi Filtrasi Informasi
Candra Fajri Ananda PhD
Staf Khusus Kementerian Keuangan RI