FEB UB White Teks (1)

Otak-Atik Daya Saing Industri dan Kelestarian

Candra Fajri Ananda Staf Khusus Menteri Keuangan RI

Sektor industri memegang kedudukan penting bagi perekonomian suatu negara dan bisa diibaratkan sebagai mesin pembangunan. Itu itu tak lain karena sektor industri memiliki beberapa keunggulan dalam akselerasi pembangunan bagi setiap negara, termasuk di Indonesia.

Selain sektor pertanian , kontribusi sektor industri terhadap pembangunan nasional di Indonesia dari tahun ketahun menunjukkan peran signifikan. Tolok ukur peranan industri dalam pertumbuhan struktural pada suatu perekonomian antara lain terlihat dari sumbangannya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), jumlah penyerapan tenaga kerja, nilai tambah, serta sumbangan produk industri terhadap ekspor barang dan jasa.

Proses pengembangan industri merupakan proses interaksi antara pengembangan teknologi, inovasi, spesialisasi, kesiapan sumber daya manusia dan perdagangan antarnegara yang sejalan dengan meningkatnya pendapatan masyarakat.

Oleh karenanya, tak heran bila penguatan sektor industri dipercaya dapat menjadi salah satu kunci mendorong Indonesia keluar dari jebakan pendapatan menengah (middle income trap). Fenomena middle income trap menggambarkan negara yang mengalami stagnasi atau terjebak dalam tingkat daya saing yang tetap bahkan terus menurun sehingga tidak mampu meningkatkan nilai tambah sektor industri, artinya tidak ada lompatan tingkat pendapatan negara.

Bank Dunia mengklasifikasikan negara Indonesia ke dalam kelompok negara dengan pendapatan menengah ke bawah (lower-middle income country) selama lebih dari 10 tahun terakhir. Hal ini, menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup stagnan dalam waktu yang lama dan memberikan potensi bagi Indonesia masuk dalam jebakan pendapatan menengah sangat besar.

Sejarah mencatat bahwa Indonesia telah masuk sebagai negara kelas menengah di awal 1990-an dan pada perkembangannya akan sulit menjadi negara maju apabila Indonesia tetap bergantung dari produksi sumber daya alam (SDA) dan upah buruh rendah. Sehingga, demi menghindari jebakan negara berpenghasilan menengah, sekaligus menjadi negara maju berpendapatan tinggi, maka Indonesia perlu memperkuat Sumber Daya Manusia (SDM) berbasis inovasi dan teknologi.

Hal ini karena inovasi dan teknologi merupakan akar dari solusi yang dapat diupayakan pemerintah untuk mendorong produktivitas, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Korea Selatan sehingga Negeri Ginseng itu mampu menjadi negara maju dalam waktu 15 tahun.

Urgensi Transformasi Struktural

Indonesia memiliki potensi pembangunan yang lengkap dan luar biasa besar untuk berlari menjadi bangsa yang maju, sejahtera, dan berdaulat. Proyeksi Indonesia maju pun telah menjadi diskursus intelektual yang hangat dibicarakan di forum-forum internasional. Pada publikasi PwC dalam terbitan berkalanya berjudul “The Long View: How will the global economic order change by 2050?” memproyeksikan Indonesia sebagai menjadi negara keempat terbesar dunia setelah China, India dan Amerika Serikat pada 2050.Hal senada juga pernah disampaikan McKinsey Global Institute (MGI) pada September 2012 dalam laporannya yang berjudul “The Archipelago Economy: unleashing Indonesia’s potential”. Lembaga ini memprediksi, Indonesia yang mencapai peningkatan perekonomian dari peringkat ke-17 pada 2012 menjadi peringkat ke-7 pada 2030.

Setidaknya dua laporan ini mewakili begitu banyak analisis yang optimistis terhadap masa depan perekonomian Indonesia di masa yang akan datang. Meski demikian, beragam pemikiran tentang optimisme perekonomian Indonesia tersebut mutlak membutuhkan prakondisi yang harus segera diwujudkan melalui transformasi stuktural ekonomi.

Transformasi struktural adalah kunci bagi Indonesia untuk dapat melaju dari negara berkembang menjadi negara maju dan berdaya saing. Secara umum, transformasi struktural berarti suatu proses perubahan struktur perekonomian dari sektor pertanian ke sektor industri atau jasa dengan relasi positif antara pertumbuhan output dan produktivitasyang dinamis sebagai motor utama penggerak pertumbuhan ekonomi.

Transformasi struktural, terutama dalam ekonomi, merupakan prasyarat dari peningkatan dan kesinambungan pertumbuhan serta penanggulangan kemiskinan, sekaligus pendukung bagi keberlanjutan pembangunan. Transformasi struktural ekonomi yang terjadi diharapkan dapat menggeser struktur ekonomi yang semula berbasis komoditas, menjadi ekonomi berbasis investasi, produksi, dan pelayanan yang memiliki nilai tambah tinggi.

Dalam transformasi struktural ekonomi, diperlukan suatu kebijakan yang memiliki daya dorong yang besar sebagai a necessary condition untuk mengatasi ketertinggalan dengan meman­faatkan jaringan kerja melalui skala kehematan dan cakupan (economies of scale and scope) sebagai acuan dalam mentrans­formasi ekonomi Indonesia.

Artinya, langkah krusial dalam jangka pendek ada­lah melakukan pengembangan industri pengolahan berbasis sumber daya alam secara massif di seluruh sentra produksi seperti pertambangan, perikanan, perkebunan, pertanian dan lainnya. Indus­tri pengolahan harus mampu memberi nilai tambah (value added) pada produk-produk sektor primer. Sejalan dengan hal tersebut, hilirisasi subsektor indus­tri manufaktur yang memiliki keterkaitan kuat ke depan (for­ward linkage) pun patut dijadikan prioritas.

Belajar dari kesuksesan transformasi struktural ekonomi di beberapa negara maju, menunjukkan bahwa peran sektor industri sebagai pemegang kunci mesin pembangunan ekonomi bukan tanpa alasan.

Hal itu karena keberhasilan pembangunan di sektor industri akan membawa dampak turunan bagi sektor lainnya melalui peningkatan nilai kapitalisasi modal, kemampuan penyerapan tenaga kerja yang besar, serta kemampuan menciptakan nilai tambah (value added creation) dari setiap input atau bahan dasar yang diolah.

Formula Peningkatan Daya Saing Industri

Jumlah penduduk yang besar, jika diikuti dengan kualitas yang memadai, akan menjadi pendorong bagi pembangunan nasional. Peningkatan keahlian, pendidikan, terutama yang mampu mendorong munculnya inovasi dan temuan-temuan baru sekaligus akan mendorong peningkatan daya saing negara.

Selain kualitas SDM, daya saing juga akan dipacu oleh ketersediaan infrastruktur. Saat ini, upaya peningkatan infrastruktur yang telah dilakukan mampu mendorong konektivitas dan daya saing sektor industri.

Setidaknya dalam enam tahun terakhir Indonesia telah berhasil membangun jalan non-tol hingga 4.600 kilometer (km). Selain itu, Indonesia juga telah berhasil membangun jalan tol 1.640 km, 15 bandara baru, dan 38 ekspansi bandara lama. Ada pula pendirian 124 pelabuhan baru dan 22 bendungan untukketahanan pangan. Keberhasilan pembangunan infrastruktur ini diharapkan akan mampu menjadi daya ungkit bagi keunggulan sektor industri dan mampu berdaya saing dengan negara lainnya.

Peningkatan produktivitas, konektivitas dan daya saing sektor industri manufaktur merupakan salah satu kunci untuk akselerasi pemulihan ekonomi nasional, sekaligus untuk transformasi struktural perekonomian.

Oleh sebab itu, dalam proses industrialisasi, penguasaan teknologi dan manajemen penanggulangan pencemaran industri, harus dipertimbangkan. Upaya pengingkatan efisiensi dan efektivitas dalam penggunaan sumber daya, perlu dibarengi dengan memasukkan isu berkelanjutan, ekonomi hijau, didalam desain kebijakan pembangunan sektor industri, mengingat kelestarian lingkungan hidup juga menjadi salah satu tujuan pembangunan itu sendiri, untuk saat ini dan masa depan bangsa. Semoga.

Artikel ini telah diterbitkan di halaman SINDOnews.com pada Senin, 19 Desember 2022.

Leave a Comment

Scroll to Top