Candra Fajri Ananda
Staf Khusus Menteri Keuangan RI
Kondisi dunia dalam beberapa tahun terakhir tidak baik-baik saja, bahkan sebelum pandemi melanda. Bermula pada 2018, kekhawatiran akan krisis ekonomi dunia muncul ketika Turki mengalami krisis moneter akibat terjunnya nilai lira yang membawa dampak ke pasar internasional.
Meski demikian, Indonesia kala itu masih menunjukkan angka pertumbuhan ekonomi yang cukup baik. Dua tahun berlalu pascaancaman krisis ekonomi, Indonesia resmi mengalami resesi akibat pandemi pada 2020 imbas pertumbuhan ekonomi kuartal III yang tercatat minus dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pandemi telah membawa Indonesia pada resesi pertama setelah krisis moneter 1998.
Apabila ditelaah secara historis, terdapat pola krisis 20 tahunan yang terjadi sejak era kemerdekaan. Dimulai dari 1950–1959, di mana terjadi penggantian kebijakan ekonomi akibat sistem Demokrasi Liberal yang dipimpin Presiden Soekarno, berujung pada berakhirnya masa kepemimpinannya yang disebut sebagai awal bangkitnya Orde Baru. Pola krisis kembali terjadi untuk kali kedua, yaitu pada 1974–1981, saat pemerintahan Orde Baru yang dipimpin Soeharto.
Saat itu, inflasi tinggi karena kegagalan manajemen perusahaan migas milik pemerintah yang mengakibatkan munculnya banyak pergerakan mahasiswa. Selanjutnya, untuk yang ketiga, pola krisis kembali terjadi pada 1998 yang diakibatkan oleh krisis moneter.
Kini, dua dekade telah berlalu semenjak peristiwa Reformasi 1998. Berbagai krisis dan permasalahan yang dialami oleh Indonesia mungkin masih akan terus bergulir selama negara masih berdiri. Jika mengacu pada garis waktu, pola krisis 20 tahunan seharusnya akan terjadi untuk yang keempat kalinya di 2018–2025.
Krisis merupakan suatu masa kritis berkaitan dengan suatu peristiwa yang dapat berpengaruh negatif terhadap organisasi. Oleh sebab itu, keputusan cepat dan tepat mutlak dilakukan agar krisis tak mempengaruhi keseluruhan operasional organisasi.
Masih lekat di ingatan kita, krisis moneter yang menimpa Indonesia pada 1997, di mana dapat dikatakan pemerintah saat itu tidak memiliki persiapan dan mitigasi yang memadai menghadapi krisis.
Ketika krisis moneter melanda, analisa terhadap kemungkinan krisis (early warning system/EWS) belum menjadi perhatian pemerintah maupun pelaku ekonomi lainnya kala itu. Sehingga pada saat terjadinya krisis menimbulkan biaya yang cukup besar pada perekonomian Indonesia. Kesadaran pentingnya suatu upaya mengantisipasi krisis termasuk menjaga stabilitas sistem keuangan menjadi langkah yang perlu dilakukan oleh setiap negara.
Sejatinya, manajemen krisis adalah kunci utama untuk dapat memitigasi krisis melalui kebijakan dalam penyelesaian masalah hingga tahap recovery. Hal ini dilaksanakan dalam rangka mencegah situasi destruktif/meningkat yang berpotensi menimbulkan kerugian besar bagi lembaga, publik, karyawan, maupun pemangku kepentingan.
Indonesia hingga kini setidaknya telah berhasil melalui badai krisis yang terjadi beberapa kali sejak kemerdakaan negara. Pengalaman penanganan krisis ini telah ditulis oleh berbagai ahli yang dikoordinir oleh Kemenkeu tentang penanganan kesehatan, menjaga kestabilan ekonomi makro–fiskal, kerja sama pembiayaan, perlindungan pada masyarakat, perubahan kelembagaan, hingga berbagai dinamika regional.
Melalui berbagai pengalaman dalam melewati krisis tersebut dapat digunakan sebagai bekal bagi seluruh lapisan masyarakat, terutama pemangku kebijakan, agar lebih siap dalam menghadapi krisis yang terjadi. “Lebih baik mencegah daripada mengobati” adalah ungkapan kebajikan yang tepat tatkala dunia dihadapkan pada ketidakpastian ekonomi dan ancaman krisis.
Peran Pemerintah
Berada dalam gejolak ketidakpastian ekonomi dunia dan ancaman krisis bagi setiap negara mutlak memerlukan peran pemerintah untuk mengatur berbagai dinamika yang terjadi. Tidak ada satu negarapun di dunia ini yang tidak melibatkan peran pemeritah dalam sistem perekonomiannya, terutama ketika krisis melanda.
Peran negara dalam perekonomian masih sangat relevan. Berkaca dari pengalaman penanganan pemerintah dalam menghadapi resesi ekonomi akibat pandemi, di mana kala itu pemerintah berkomitmen menangani krisis kesehatan maupun ekonomi yang terjadi dengan seimbang melalui berbagai pelaksanaan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Hal tersebut selanjutnya berdampak positif terhadap permintaan domestik yang tercermin dari konsumsi rumah tangga yang tumbuh 5,93% serta peningkatan kapasitas produksi yang tercermin dari pembentukan modal tetap bruto yang tumbuh 7,54%.
Krisis kerap hadir tanpa rencana. Pun mempolakan krisis bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan, terlebih lagi penyebab dan gejala krisis sangat beragam dengan latar belakang kondisi negara tempat terjadinya krisis yang beragam pula. Oleh karenanya, kesadaran pentingnya suatu upaya mengantisipasi krisis termasuk menjagastabilitas sistem keuangan menjadi langkah yang dilakukan berbagai negara.
Terkait hal ini, penerapanGood Corporate Governance(GCG) penting dilakukan untuk meningkatkan ketahanan diri dalam menghadapi berbagai krisis ekonomi. Indonesia pun telah mendapat pembelajaran berharga ketika terjadinya krisis keuangan yang berubah menjadi krisis multidimensional pada 1998.
Krisis tersebut berdampak hebat karena tak diindahkannya tata kelola dalam kehidupan bisnis maupun pemerintahan. Kesadaran pentingnya penerapan GCG pada sektor bisnis, danGood Government Governance(GGG) pada sektor pemerintahan akan menjadi satu kekuatan besar untuk mampu menghadapi krisis.
Belajar dari Penanganan Pandemi
Tak hilang dari ingatan ketika pandemi menyergap dunia di awal 2020, banyak negara tergagap menanganinya, termasuk Indonesia. Kala itu, dunia tidak memiliki referensi terhadap penanganan pandemi karena belum pernah terjadi sebelumnya.
Dunia juga tak tahu cara merancang respons fiskal yang tepat ketika berada dalam situasi tersebut. Kini, pascapandemi berlalu, Kementerian Keuangan RI menulis buku yang berjudulKeeping Indonesia Safe. Buku tersebut merupakan catatan dokumentasi tentang bagaimana Indonesia menciptakan berbagai kebijakanextraordinarydalam menghadapi tantangan yang luar biasa agar masyarakat dan perekonomian terselamatkan dari pandemi Covid-19.
Berbagai kerja keras dan upaya tanpa henti yang diiringi dengan kebijakan tepat, yakni melalui kebijakan fiskalcountercyclicalPemerintah Indonesia serta dukungan dari bank sentral, alhasil badai ekonomi Indonesia dapat berhasil terkendali dan kembali ke arah positif.
Pertumbuhan ekonomi dengan tingkat inflasi tahunan pun dapat kembali stabil pada 2021. Berbagai capaian yang luar biasa dan tak mudah ini merupakan sebuah pengalaman berharga yang patut diabadikan dan dibagikan pada dunia.
Pemerintah Indonesia meyakini bahwa keberhasilan atas segala upaya yang dilakukan dalam mengatasi badai pandemi tak akan berarti apapun tanpa adanya “tangan tak terlihat”, dengan kata lain, pemerintah Indonesia dengan segenap kerendahan hati mengingatkan kita pada Ora et Labora (berdoa dan bekerja). Pemerintah memahami bahwa keseimbangan ekonomi sejatinya diatur oleh tangan tak terlihat dan bukan hanya atas upaya manusia itu sendiri.Wallahu a’lam.
Artikel ini telah diterbitkan di halaman SINDOnews.com pada Senin, 24 Oktober 2022 – 08:09 WIB oleh Candra Fajri Ananda